Lihat ke Halaman Asli

Teoripun Ikut Bergeser...

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pembelajaran merupakan suatu proses membelajarkan individu untuk mendapatkan pengalaman belajar dan perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik, berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai sikap dan tingkah laku. Berbagai teori pembelajaran telah banyak dicetuskan oleh para tokoh pembelajaran. sering orang mengatakan ‘tak ada gading yang tak retak’, istilah itupun dapat mewakili berbagai teori pembelajaran yang telah banyak dirumuskan oleh para tokoh.Artinya, tak ada teori pembelajaran yang sempurna, sedikit banyak mempunyai kekurangan atau kelemahan, sehingga mengakibatkan adanya suatu pergeseran- pergeseran dalam teori pembelajaran untuk mendekati kesempurnaan atau ke arah yang lebih baik.

Beberapa teori pembelajaran diantaranya teori pembelajran behaviorisme, koneksionisme, kognitivisme, konstruktivisme, dan humanisme. Teori pembelajaran yang pertama dicetuskan ialah teori behaviorisme. Pada hakikatnya teori ini memandang belajar sebagai interaksi stimulus-respon. Teori ini menekankan padapemberian stimulus dan respon yang ditunjukkan peserta didik atas adanya pemberian stimulus tersebut. Keberhasilan belajar dalam teori ini ditandaijika individu menunjukkan suatu perubahan perilaku yang dapat dilihat. Guru sebagai pusat pembelajaran, individu cenderung pasif, , sehingga otak hanya sebagai penjiplak dan pentransfer pengetahuan dari pendidik sehingga individu kurang produktif, imajinatif, kreatif, berpikir linier dan konvergen karena kurang memperhatikan aspek mental seperti pikiran, keterampilan dan bakat. Teoribehaviorisme belum mampu menjelaskan hierarkhi struktur situasi pembelajaran yang kompleks. Karena pembelajaran diasumsikan secara ringkas sebagai hasil dari pemberian hubungan stimulus. Teori ini bergeser ke teori lain.

Teori koneksionisme merujuk pada konsep penguatan (reinforcement). Individu dikatakan berhasil belajar jika adanya pujian dan pemberian hadiah. Pengetahuan yang diterima individu akan dikoneksikan ke dalam sistem hubungan saraf tanpa mengembangkannya melalui aktivitas atau media lain. Hal ini membuat individu cenderung hanya bisa meniru jawaban masalah yang muncul, dan bukan memecahkan secara mandiri.Jadi, dapat dikatakan bahwa pembelajaran hanya berfokus pada tindakan mengkoneksikan hubungan stimulus-respon.

Selanjutnya bergeser pada teori kognitivisme. Teori kognitivisme menekankan pada pengoptimalan aspek kognitif (pengetahuan dan pengalaman) yang telah dimiliki individu dalam struktur kognitifnya. Di sini menekankan pada proses belajar, bukan hanya pada hasil belajarnya saja. Pembelajaran didefinisikan sebagai proses memaknakan pemahaman pengetahuan terhadap individu, tiap individu mempunyai kemampuan berbeda dalam memaknakai pengetahuan tersebut, sehingga individu yang pintar akan semakin pintar dan yang kurang paham dalam memaknainya akan jauh tertinggal. Dapat dikatakan teori ini hanya memandang kemampuan kognitif tanpa memandang dan memperhatikan kemapuan lain individu yang dapat dioptimalakan dalam kegiatan belajar. Sehingga teori ini pun dirasa kurang dan bergeser ke teori lain yakni teori konstruktivisme.

Pada teori konstruktivisme, proses belajar dianggap sebagai kegiatan membangun pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang diperolehnya. Dengan sedikit demi sedikit pengetahuan yang diperolehnya kemudian pengetahuan tersebut terkonstruk dalam pikirannya. Siswa aktif dalam belajar atau membangun pengetahuan , guru hanya sebagai fasiitator. Titik lemah dari teori ini yaitu terletak pada motivasi dan kemauan individu saja dalam mengkonstruk pengetahuan dalam dirinya. Individu yang mempunyai motivasi dan kemauan tinggi dalam mencari dan membangun pengetahuan akan semakin pintar, sebaliknya individu yang mempunyai kemauan kurang akan tertinggal.

Teori humanisme dikenal dengan teori yang memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia disini berarti mempunyai tujuan untuk pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal. Teori ini memperhatikan emosi, komunikasi terbuka, dan nilai- nilai yang dimiliki oleh individu. Jadi,belajar tidak hanya sekadar mengembankan kualitas kognitif saja, tetapi juga suatu proses dalam diri individu yang melibatkan seluruh aspek yang ada dalam diri individu yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Kelemahan teori ini terletak pada pendidik yang tidak mampu menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung aktualisasi diri individu yang belajar. Semua teori dipadupadankan untuk tujuan memanusiakan manusia tanpa memperhatikan akibat dari adanya perpaduan berbagai teori yang jelas berbeda asumsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline