Lihat ke Halaman Asli

S Aji

TERVERIFIKASI

Story Collector

Hari Bagi Kesedihan yang Merajalela

Diperbarui: 8 Januari 2025   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Amato Assagaf | Sumber: kumparan.com

- karena Amato Assagaf (1970-2025)

Ini bakal jadi hari panjang
bagi kesedihan yang merajalela
tapi, aku cuma bisa
merapikan tangis di keramaian.

Bertahun-tahun lama,
nasib melempar diriku
ke titik jauh, pada sebuah pinggir resah
--sangat resah.

Sebuah tempat dimana
negara selalu ingin mengatasi sejarah,
mengacak-menginjak si/apa saja
sementara orang-orang tidak percaya pada kata.

Perahu kayu, sungai hitam,
hutan rawa gambut, rumah panggung
dan jamban terapung adalah
hari-hari dimana keresahan-keresahan
suka menyamarkan dirinya.  

Aku ingin, tapi tidak mungkin, menjadi
riak kecil mengalir di antara mereka,
terhempas, seperti mau pecah
tapi tidak mengering.

Riak tidak pernah benar-
benar senyap, walau
acapkali berpusing-pusing
pada takdir aliran besar.

Sehingga ketika nasib
mengembalikan aku
ke sebuah kota di bawah
lampu menyala sepanjang waktu,

keresahan-keresahan yang mengikuti
telah menjadi bayangan;
memanjang, mengecil,
dan meliuk-liuk dari cahaya.

Ia sedang tumbuh dengan
cara yang tidak (lagi) mudah diakrabi,
sebagai keterasingan, ia menggerayangi
dari dalam.

Kota ini ingin menelanku
--oh nasib. Tak lagi riak, kini
mesti mengumpulkan kemungkinan-
kemungkinan tidak menjadi retak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline