"Kami bermain dengan hati dan jiwa, tapi juga kepala, dengan keinginan melakukan segala sesuatunya dengan cara yang benar." - Thiago Motta (Football Italia)
Sekurangnya ada dua pertanyaan kunci ketika Man City datang ke Allianz Stadium, Juventus.
Pertama, bagi Man City dan Pep Guardiola, kondisi mereka menggambarkan musim yang anomali di level domestik maupun di level regional. Di level domestik, hingga game ke-15, Man City sudah mengalami 4 kali kekalahan, 8 kemenangan dan 3 imbang.
Hasil yang membuat mereka berada di luar tiga besar Premier League. Mereka bahkan berjarak 8 poin dari Liverpool yang langsung nyetel di tangan Arne (bukan judi) Slot.
Pararel dengan progresnya di Liga Champions. Sebelum bertemu Juventus, mereka bahkan tidak lebih baik dari Aston Villa, Arsenal, apalagi (sekali lagi) Liverpool. Jika dilihat dari komposisi peringkat, Man City memiliki level yang sama dengan Juventus, penghuni kasta 20+.
Pendek kata, Man City butuh momentum untuk pulih, kembali pada kesemestiannya. Tak ada cara lain, mengakhiri kecenderungan negatif ini sama saja bermakna mengembalikan tuah Pep Guardiola.
Kedua, bagi Juventus sendiri, partai keenam di Liga Champions ini adalah kesempatan yang prestisius demi membuktikan bahwa proyek Motta ini masih bisa dipercaya.
Pasalnya, di level domestik, La Vecchia Signora memang belum terkalahkan hingga pekan ke 15 dengan permulaan mengesankan sebelum Bremer cedera panjang. Masalahnya, mereka terlalu banyak mengumpulkan hasil imbang.
Alias kehilangan poin di laga-laga yang seharusnya dimenangkan. Sejajar dengan Man City, mereka juga berselisih 7 poin dengan Atalanta.
Sementara di level Liga Champions, Yildiz, dkk sebenarnya tampil mengesankan mengingat ini adalah musim perdana Thiago Motta membawa tim bermain di kasta tertinggi Eropa. Juventus juga baru sekali kalah, walau capaian ini paling jelek dibanding tiga tim Serie A: Milan, Atalanta dan Inter Milan secara peringkat.