Sebentar lagi, seorang presiden akan menjadi mantan. Apa yang dipikirkan orang-orang di jalanan?
Aku sesungguhnya tidak peduli seorang presiden berakhir jabatan atau dia kawin lagi. Hutang-hutangku sudah cukup memusingkan, walau masih bisa aku hitung.
Di kios Bibi Sum, tiga bungkus rokok samsu. Di warung Tante Erni, aku memiliki buku harian yang berisi hutang makan, sebulan lebih--mungkin juga dua bulan. Padahal, sudah banyak sekali penghematan yang aku jalani.
Aku hanya makan siang sekali, malamnya supermi tanpa dimasak, lebih sering sepuntung rokok dan air putih saja. Aku ke lokasi proyek setiap pagi dengan berjalan kaki sejauh tiga kilometer pergi dan pulang.
Aku sudah menghindari main-main ke lokalisasi. Aku juga belum membayar kos-kosan selama tiga bulan. Dan aku baru saja dipecat.
Aku tidak mengerti, mengapa mesti dipecat? Aku tidak mencuri semen, mengambil pasir diam-diam. Tidak menjual alat-alat pertukangan. Aku juga tidak menghamili anak perempuan mandor yang sering mengantar makan siang bapaknya.
"Biaya bahan membengkak, harus ada efisiensi. Salah satunya pengurangan tukang."
Mandorku, seseorang dengan perut besar dan mulut yang cerewet, menyampaikan ini seminggu yang lalu.
Kami sudah mengerjakan tiga proyek perumahan yang sebesar ini, tidak pernah ada masalah. Semua bekerja hingga selesai, kecuali mereka yang mengundurkan diri. Proyek-proyek ini selesai tapi kami tetap saja tak bisa bebas sepenuhnya dari berhutang.
Aku pikir, ini akal-akalan saja.