Pagi itu, langit Yogya biru dan cerah. Saya baru saja tiba di Stasiun Tugu sesudah perjalanan dari Kaliurang.
Tak lama berselang, adik lelaki tiba dan kami bergerak keluar stasiun.
"Sudah sarapan?" katanya. Karena di penginapan sudah duluan, "Saya nanti makan gorengan saja."
Emang kita mau sarapan dimana? Dia menyebut sebuah tempat yang terdengar tidak cukup jelas di atas boncengan motor.
Begitu tiba di sebuah gerbang yang ramai dengan parkiran motor dan tidak luas, dia bilang ini Pasar Ngasem. Saya tidak berpikir banyak.
Di pikiran cuma ada kalimat, sudah lama tidak ke pasar tradisional, apa kabar?
Jadi kami memarkir motor dan berjalan ke sebuah blok yang sudah ramai dengan orang menyantap sarapan. Saya lupa nama penjajanya yang jelas sudah riuh di pukul 8 pagi. Beberapa yang terlihat sepertinya datang dari golongan menengah atas.
Sebagaimana yang sudah diniatkan, tiga potong gorengan rasanya cukup sepagi ini.
Adik saya bersama istrinya (yang sudah duluan di sini) memesan nasi, sayuran dan tempe. Kami kemudian makan di sebuah meja kecil untuk empat orang.
Sudah ada pelanggan di sebelahnya: dua orang lelaki dengan seorang perempuan, salah satu dari mereka memesan bubur.