Pasukan Arteta memang masih bertahta di puncak dengan total poin 75. Hasil ini diperoleh dari 33 laga dengan 23 kemenangan, 6 kali imbang dan 4 kali kekalahan. Hanya berselisih 2 poin dari Man City (73) yang baru memainkan 31 laga. Haaland, dkk memiliki jumlah kemenangan yang sama dengan milik Bukayo Saka, dkk. Man City bahkan lebih baik karena hanya memiliki 4 kali hasil imbang.
Klub berjuluk "The Gunners" yang digadang-gadang tengah menjemput kebangkitan paska-Wenger ini seolah-olah kehabisan bensin. Sebelum bertemu tim asuhan sang mentor, Pep Guardiola, Arsenal sejatinya menampilkan tren yang menurun, sekurangnya terlihat stagnan.
Bagaimana stagnasi ini bisa diverifikasi?
Sesudah menang besar melawan Crystal Palace dan Leeds dengan skor 4:1, mereka hanya berhasil imbang melawan Liverpool yang tengah angin-anginan, berikut terhadap West Ham dan Southampton. April menjadi bulan yang "anomali" bagi klub yang pernah meraih status "The Invicibles" ini.
Anomali April karena sebelumnya Arsenal tidak pernah mencapai hasil imbang berturut-turut tiga laga dalam sebulan. Mereka gagal melewati musim surutnya.
Sedangkan dari sudut pandang The Citizens, keberhasilan meremuk Arsenal dengan skor mencolok $:! (maaf, Anda harus melihat keyboard untuk mengungkap sandi di atas, hihihi), adalah torehan April yang maksimal. Hasil ini mengulang kemenangan 1:3 pada pertemuan pertama di Emirates, 15 Februari silam.
Bulan ini City memiliki jadwal yang tidak mudah, tak sekadar padat.
Haaland, dkk harus meladeni Bayern Munich di liga Champions dan menghadapi Sheffield United di semifinal FA Cup. Masih ada laga melawan Fulham di tanggal 30, namun rasanya jadwal bulan ini akan dilewati dengan mulus. Ini juga berarti pasukan Guardiola masih merawat asa meraih treble.
Catatan Seputar Pertandingan. Dengan melihat dari layar kaca, kita segera tahu bahwa Arteta masih belum menemukan anti-Pep yang efektif. Menggunakan formasi 3-2-4-1, City memang berkehendak mengendalikan lapangan tengah. Opsi ini bukan saja berhasil, lebih dari itu, mereka bermain lebih rapi dan nyaris tanpa kesalahan.
Setiap lini bekerja dengan seimbang, disiplin dan tak menyisakan ruang yang bisa dieksploitasi oleh kecepatan dua sayap, Bukayo Saka maupun Gabriel Martinelli. Termasuk mengunci kreativitas Martin Odegaard di tengah. Sebaliknya, Gundogan, Rodri dan Bruyne bermain taktis di tengah. Bruyne bahkan membuat 2 gol dan 1 asis.