"My message to the supporters is to have a faith...We won't leave them stranded" - Lionel Messi
Pada partai pamungkas Grup C, Scaloni membuat sedikit perubahan yang memungkinkan Argentina berhasil menang.
Kemenangan yang membuat mereka lolos dengan cara yang meyakinkan sesudah "Kutukan Saudi". Kutukan yang potensial terjadi dikarenakan permainan dominoton (dominan tapi monoton), terburu-buru, bahkan tidak memiliki exit strategy terhadap pressing ketat Arab Saudi.
"Kutukan Saudi" merusak rekor 36 tak pernah kalah secara beruntun yang sejatinya dikarenakan game plan Argentina sendiri. Kutukan yang mengenaskan tapi perlu. Sebagaimana sudah dibahas di Argentina Mati Gaya, Salahnya di Mana?
Kemenangan dua gol tanpa balas dari Polandia membuat Argentina sebagai juara grup. Posisi ini penting karena terhindar bertemu Perancis sejak dini. Walau tanpa Pogba dan senjata peredam Messi bernama N'golo Kante, mereka masih punya Mbappe yang laju laksana torpedo.
Messi, dkk akhirnya hanya akan berjumpa Australia. "Wakil Anglosaxon" yang mencari peruntungan di Asia ini memang bukan lawan enteng. Tapi jelas tidak seberat melawan Perancis.
Lantas, jika Argentina melewati "Negeri Kanguru" (dan memang akan begitu), maka berjumpa Belanda adalah perempatfinal yang ideal. Tentu sejauh Belanda tidak dilucuti Amerika Serikat, minion di sepak bola yang barusan bikin nenek moyang Inggris belumlah sesuatu di ajang ini.
Sesudah melihat Argentina di sepanjang penyisihan grup, catatan ini sekadar mengungkap sedikit transformasi yang dilakukan Scaloni bersama asisten-asistennya. Semacam pergeseran yang membuat Tim Tango tampil lebih baik day-to-day.
Transformasi Kecil Tim Tango
Pertama, berusaha unggul dalam penguasaan bola dan menjadi lebih sabar. Di saat melawan Saudi, Messi, dkk unggul penguasaan bola hingga 70% berbanding 30%. Angka ini mirip dengan yang dicatat saat bertemu Polandia, 73% berbanding 26%. Tapi saat bersua Meksiko yang dilatih seorang Argentina, keunggulan ini tidak terjadi. Mereka relatif imbang.