The Gray Man adalah film yang mempertemukan kualitas akting dari nama-nama tenar sekelas Ryan Gosling, Chris Evans, Ana de Armas, Billy Bob Thornton, hingga Jessica Henwick.
Di situs IMdb, film yang sudah tayang di Netflix terhitung 22 Juli kemarin hanya mendapat rating 6,5. Berdurasi 2 jam 9 menit, ceritanya adalah adaptasi dari novel berjudul sama yang dikarang Mark Greaney pada tahun 2009.
Walau ratingnya merayap, film ini tidak digarap oleh sembarang tangan.
Ada duet Russo bersaudara, Anthony dan Joe Russso di posisi sutradara. Penikmat film superhero mengetahui jika dua nama ini adalah jaminan kualitas.
Terutama di balik film-film berbiaya mahal lagi ambisius produksi Marvel Cinematic Universe (MCU). Seperti Captain America: The Winter Soldier (2014), Captain America: Civil War (2016), Avengers: Infinity War (2018), dan Avengers: Endgame (2019).
Mengutip Wikipedia, Avangers: Endgame adalah film mereka yang sukses meraup keuntungan lebih dari 2.798 miliar dolar di seluruh dunia. Tak pelak lagi, film ini menjadi salah satu film terlaris sepanjang masa.
Keduanya juga disebut berada di urutan kedua sebagai sutradara yang paling sukses secara komersil. Capaian mereka hanya kalah dari Steven Spielberg yang membuat Jurassic Park di tahun 1993.
Lantas, bagaimana dengan The Gray Man, sebagai film bergenre laga dan thriller berlatar dunia spionase? Apa kesimpulan umum yang bisa dikatakan terhadap film yang berbiaya produksi 200 juta dolar ini?
Pertama, paling pokok: Film ini tidak lebih dari daur ulang narasi arus balik perlawanan terhadap operasi hitam organisasi intelijen bernama CIA.