Lihat ke Halaman Asli

S Aji

TERVERIFIKASI

Story Collector

Biaya Kuliah (Selalu Akan) Mahal, tapi Menjadi Warga Negara Lebih Berat dari Itu

Diperbarui: 1 Agustus 2022   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gedung Rektorat Universitas Sam Ratulangi | unsrat.ac.id

Sekolah adalah jalan panjang untuk pergi dari rumah, liburan dan pulang bertahan di kos-kosan atau asrama mahasiswa.

Asal-usul dan Sejenis Drama 

"Kalau kamu nanti tiba di pelabuhan Makasar, hati-hati dengan tukang gendam. Jangan mudah percaya sama orang baru."

Bapak hanya bilang begitu lalu kembali ke Bonggo, tempat beliau mengajar di sebuah SMP. Beliau percaya saya akan lolos Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Dan saya akan berangkat sendiri, pergi jauh dari rumah untuk pertama kalinya. 

Semasa menunggu pengumuman lulus UMPTN di tahun 1999 itu, ada pemilu pertama paska-orba dan banjir besar yang membawa air, batang pohon, bebatuan dan lumpur ke pemukiman kecil bernama Perumnas IV, Padang Bulan. Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba saja kampung kecil dengan kebanyakan penghuninya berstrata ekonomi menengah ke bawah yang terletak di bawah bukit ini ramai dikunjungi warga dari tempat yang jauh. 

Kabar sesudah banjir dan perkampungan yang berantakan berubah menjadi "obyek wisata". Tentu saja ada bantuan dari sesama warga, ada juga pertolongan negara dengan mengirim aparat beserta perlengkapan seperti perahu karet. Mungkin juga ada tangan-tangan partai politik tapi pemilunya saja saya memilih tidak mencoblos, lantas apa pentingnya mereka?

Yang mau saya katakan adalah saya menunggu pengumuman itu dengan kekhawatiran yang ditimbulkan oleh bencana, bukan oleh bayangan masa depan yang suram jika tidak melanjutkan sekolah ke jenjang universitas. 

Saya memang memilih dua universitas, Hasanuddin dan Sam Ratulangi. Bukan saja belum pernah ke Makassar atau Manado, alasan-alasan saya memilih jurusan Hukum dan Sosiologi juga tidak dibekali persiapan yang serius. Terutama pilihan pada yang terakhir, semata karena kansnya yang besar.

Lalu, ketika hari pegumuman kelulusan dipajang di halaman kampus universitas Cendrawasih, dimana nama saya tertera di sana dan tidak mungkin tertukar sebab hanya ada dua orang yang menggunakan nama ini, teman-teman saya malah berwasiat begini.

"Selamat, kawan. Cuma ko yang keluar dari kompleks sini. Jaga nama baik kampung, jang lupa klo libur, pulang bawa cap Tikus."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline