Sesudah gol cepat Barella di menit ke-7, pertanyaan yang segera muncul adalah mungkinkah Juventus dapat bertahan dengan lebih baik sehingga tidak dihajar lebih banyak lagi?
Bukan sedikit Juventini yang bersikap underestimate seperti itu. Faktanya terlalu berulang: Allegri tidak membuat tim ini layak bertarung di level tertinggi. Tim ini bukan saja diterpa badai cedera.
Tim ini juga tidak lapar, tidak buas, dan tidak menemukan identitas terbaiknya.
Dybala, dkk, rasa-rasanya, hanya bisa menang ketika lawannya sedang tampil buruk. Mereka menang bukan karena pantas. Skornya juga cuma bisa tipis-tipis saja.
Tapi, situasi subuh tadi sedikit berbeda. Sekurang-kurangnya sampai gol balasan tiba di menit ke-50 dan disusul serangan balik cepat yang dieksekusi dengan baik oleh Vlahovic.
Game plan Allegri sesungguhnya telah menemukan formula sukses dalam menetralisir gaya agresif Inter Milan. Inter dipaksa kehilangan cirinya, tapi seperti kata Simone Inzaghi, ini adalah tim yang menolak menyerah.
Adik kandung dari Filipo Inzaghi ini mengakui jika anak asuhnya kehilangan bentuk juga memiliki pendekatan yang buruk di babak kedua. Sebelum penalti yang diakibatkan kesalahan Bonucci.
Bagaimana Dybala, dkk bisa menetralisir bahkan sempat unggul sebelum menit ke-80?
Salah satu kuncinya adalah menjaga kerapatan di lini tengah. Hal mana dilengkapi dengan pressing yang tinggi hingga ke kotak 16 yang dijaga Samir Handanovic. Hakan Calhanoglu-Nicolo Barella-Marcelo Brozovic harus dipaksa tidak memiliki cukup ruang menciptakan ancaman.
Dengan begitu, segera terlihat, Edin Dzeko dan Lautaro Martinez yang mati angin.