7 Mei 2022. De Kils Difa mengirim inbox di akun twitter saya.
Sekitar pukul 16:29 WIB, mas Jati Kumoro dikabarkan telah berpulang ke rahmatullah. Anak perempuannya yang mengabarkan. Satu pesan panjang menjelaskan kondisi kesehatan mas Jati yang terus menurun. Kondisi yang kompleks dan berat.
Kabar ini bikin saya terkejut dan bersedih. Saya memang masih memendam keinginan bertemu langsung dengan mas Jati di Kotagede, Yogyakarta. Sebelum pandemi merebak, saya pernah berada di Yogya, membuat janjian, namun belum bisa bertemu di hari itu. Saya berharap di suatu hari kelak.
Sebelum mas Jati wafat, saya pernah berada satu grup WA. Tapi belakangan saya merasa harus membatasi diri dengan dinamika informasi dan percakapan di grup-grup WA. Seperti menanggung perasaan lelah. Selain pertanyaan, apa fungsi saya di situ, hiks.
Mas Jati terakhir menulis 10 bulan yang lalu. Persisnya di tanggal 9 Juli 2021. Totalnya ada 614 artikel yang tulisnya sejak 10 Januari 2013. Umur akunnya hanya berbeda beberapa hari dengan saya yang menetas pada 17 Februari 2013. Dari jumlah artikel itu, mas Jati meraup 539,601 views.
Saya menulis 789 artikel dalam masa 2013-2022 dengan tingkat keterbacaan 659,899 views. Intensitas saya juga lebih tinggi namun keterbacaannya tidak lebih baik dari mas Jati.
Oke, angka-angka ini mungkin tidak lebih dari statistik yang dicatat mesin. Dia tidak cukup sebagai rujukan dan tidak menjelaskan kondisi-kondisi yang lebih "emosional" atau manusiawi. Kondisi yang melampaui ukuran-ukuran yang menjadi standar.
Apa yang khas dari seorang Jati Kumoro yang foto profilnya wajah seekor kucing?
Memang saya tidak memiliki kenangan yang khusus dengan mas Jati. Saya, atau semua Kompasianers (K'res) yang merasa dekat dengan beliau, kini hanya bisa mengunjungi jejak yang abadi di kanalnya. Saya cuma punya satu artikel untuk mengenangnya.