Ini kali tentang film terbaru Roman Polanski.
Sebagaimana film Polanski yang getir dan serius, seperti The Pianist (2002), ini bukan jenis film gampangan. Atau semacam adaptasi dari peristiwa sejarah yang gagal melahirkan kesan yang kuat. Baik sebagai ide, konteks, lakon dan kekuatan karakter serta pesan yang diusungnya.
Film berjudul J'Accuse. Film ini diadaptasi dari novel sejarah berjudul An Officer and a Spy karangan Robert Harris. Novelis Inggris yang sudah menulis biografi Cicero dalam trilogi yang apik: Imperium, Conspirata, dan Dictator. J'Accuse pertama rilis 30 Agustus 2019 di Venice.
Di tengah protes keras atas kasus pelecehan seksual Polanski, film ini meraih Grand Jury Prize dalam Festivel Film Venice. Selain itu menerima 12 nominasi pada perhelatan Cesar Award ke-45, 28 Februari 2020.
Film berdurasi 132 menit ini juga mendapat nominasi dalam 4 kategori pada European Film Awards ke-32 yang dilaksanakan di Berlin, Jerman. Keempat kategori itu adalah Film Terbaik, Aktor Terbaik, Sutradara terbaik dan Penulis Skenario Terbaik. Bukan film jenis kaleng-kaleng, bukan?
Sebelum membicarakan filmnya, kita mungkin perlu sedikit menyegarkan ingatan akan skandal Alfred Dreyfus yang masih menjadi contoh dari pertarungan antara prinsip "Kebebasan Individu Vs. Pengaturan Negara" (otoritarianisme/militerisme).
Sekilas Latar Sejarah
Alfred Dreyfus adalah anak pengusaha tekstil yang kaya dan berdarah Yahudi. Dia lahir 9 Oktober 1859 dan wafat 12 Juli 1935 di Paris, Perancis.
Dreyfus bekerja sebagai tentara Perancis yang dituduh menjadi mata-mata Jerman. Tuduhan yang berawal dari penemuan potongan surat di kedutaan besar Jerman di Perancis.
Potongan tersebut berupa tulisan tangan yang menyerupai milik Dreyfus. Kejadian ini terjadi di tahun 1894. Sebuah tuduhan yang bercampur baru dengan sentimen antisemitisme serta gairah yang membabi buta dari (military) nasionalisme.
Hari ketika dia dihukum dan dikirimkan ke pulau Iblis di Guyana Perancis, kerumunan warga yang menyaksikan hukuman itu meneriakkan, "Matilah Yudas! Matilah Orang Yahudi!" Tuduhan ini baru terbongkar pelan-pelan dua tahun kemudian. Adalah kesangsian Marie-Georges Picquart (1854-1914), mantan atasan sekaligus kepala unit Inteleijen militer yang baru.