kau justru harus kecewa, berkali-kali bahkan
tapi selalu karena seseorang, di antara yang lekas terlupakan,
ingatanmu kekal sebagai kemarahan nan dangkal
dari kesepian yang tunggal
dan di masa tak tentu, cuma meyakini-setidaknya
demi pikiranmu yang bergulung-gulung dan rusuh-
tidak ada lagi boleh berseteru, bersatu
kecuali semata-mata duka kepada semua (tentang kita)!
adapun kenangan yang memelihara,
kelak hanya layak celaka,
demikian doa-doamu yang fana
tebal mengakar di sana ia berjelaga
wahai jiwa yang dahulu penuh wangi asmara
secepat apa tulus berubah serapah?
seketika benci tumbuh menggunting kepala
sepejal hati menolak menampung maaf
wahai jiwa jatuh yang digerogoti entah
mengapa pula cinta menjadi segala,
sedang masa berjalan dari tanda tanya?
kau lupa mempelajari jawabnya
kau memang bakal berdarah,
tak penting beberapa kali juga
tak jelas beberapa kali lama,
sebab patah bagi kesetiaan yang terluka
adalah kerlap-kerlip kota
dengan perempuan-perempuan tabah
di hadapan sejarah khianat penguasa
dan mimpi anak-anak yang harus bergembira
= niscaya berulang, jangan menghancurkan...
[Sungai Petai, 2019]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H