"We are a team of devils. Our colours are red as fire and black to invoke fear in our opponents."
---1899, Herbert Kilpin (Pendiri AC Milan)
BBC Sport mengingatkan jika sejak tahun 2013, AC Milan tidak pernah lagi mengakhiri Serie A di posisi tiga besar. Sebagai tim pemilik "DNA Juara" Eropa, situasi seperti ini seperti berjalan dalam mimpi buruk yang panjang. Mimpi buruk yang belum berlalu bahkan ketika dana segar dari konsorsium Tiongkok dan memfasilitasi pembelian besar-besaran di bawah asuhan Montella. Sekitar 194,5 juta euro telah Milan belanjakan sejak Li Yonghong lewat konsorsium Tiongkok mengambil alih kekuasan klub di bulan April tahun lalu.
Montella akhirnya harus dipecat--keputusan yang saya bayangkan akan segera terjadi karena "pembelian aneh" Bonucci dari Juventus dan menjadikannya kapten tim--bersamaan dengan hasil imbang melawan Torino di Serie A. Milan, 26 November kemarin. Imbang dengan Torino hanyalah ujung dari kesabaran manajemen karena kalau di-flash back, Milan tidak pernah berhasil menang melawan tiga kompetitor utamanya sepanjang bulan Oktober.
Mari kita lihat sejenak statistik perjalanan Milan musim ini dari transfermarkt.com.
Pada 1 Oktober, di markas sendiri, Milan dikalahkan AS Roma, 0:2. Berlanjut dikalahkan oleh rival semarkas, Inter dengan skor tipis 3:2 dua minggu kemudian. Lantas terakhir, 28 Oktober, diremuk Juventus dengan skor 0:2, lagi-lagi di kandang. Napoli, rival terakhir dan kandidat terkuat juara Serie A musim ini, menambah daftar kekalahan itu di bulan November.
Uniknya, hasil buruk di liga domestik tidak berkorelasi dengan perjalanan Milan di Liga Europe (baca: liga klub medioker). Terhimpun di grup D, Milan telah memainkan lima partai dan belum pernah mengalami kekalahan. Melawan Austria Vienna, Milan bahkan menang telak dengan skor 5:1, kandang maupun tandang. Terus, apa yang salah, wahai Montella? Problem taktikal? Sumber daya skuad? Atau, problem "pemilik DNA juara Eropa": Montella bukan bagian dari spirit Milan seperti yang dilukiskan Kilpin di atas?
Problem Milan: Mentalitas Bertarung ala Gattuso?
When I do something I've got to do it with enthusiasm and desire, otherwise I'm a third-division player - Gattuso
Penikmat sepak bola Italia tahu jika Gennaro Ivan Gattuso adalah defensive midfielder dengan daya juang tinggi, watak yang keras, dan emosi yang kompetitif. Bersama Milan, lelaki berusia 39 tahun ini memenangkan dua tropi liga Champions dan dua kali juara Serie A. Di tim nasional, Gattuso juga ikut dalam skuad yang memenangkan Piala Dunia 2006. Dalam cerita sukses itu, Pirlo adalah tandem lapangan tengahnya dan salah satu yang terbaik dalam sejarah Milan sesudah era trio Basten-Riijkard-Gullit.
Gattuso memiliki karakter petarung lapangan tengah. Tukang tekel yang merusak serangan musuh. Kharismanya tumbuh bersama gaya yang seperti ini. Kharisma yang diharapkan mantan rekan se-klubnya, Ambrosini akan menular kepada para pemain sebagaimana diberitakan kompas.com. Pengalaman kepelatihan yang minim diharapkan akan teratasi oleh mentalitas penuh antusiasme dan hasrat untuk menang. Kualitas ini, dalam kadar tertentu serupa dengan yang hidup pada tubuh Antonio Conte.
Sebelum melatih tim Primavera Milan, Gattuso memiliki rekor yang biasa-biasa saja kala melatih. Mari kita lihat sebentar informasi dari football-italia.net dan wikipedia.