Lihat ke Halaman Asli

S Aji

TERVERIFIKASI

Story Collector

Cerpen | Radio Perjuangan

Diperbarui: 24 September 2017   04:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Pixabay/Pexels

"Dari Asmuni di gang Berjuang adalah Koentji, buat Someone-nya di komplek Perumahan Istana Langit, semoga selalu tersedia hari-hari yang indah karena senyumanmu. Selamat tidur."

Ketika Senyummu Hadir-nya Tika Wibisono lantas berkumandang sendu.

Detik-detik tlah berlalu. Aku sabar menantinya. Sampai nanti kan saatnya, hadirnya apa yang kudamba dalam cinta. Ku tunggui isyarat matamu. Adakah perhatianmu. Sementara  hati ini tlah bicara menanti saat.

Ketika senyummu hadir, ketika mata bicara. Terlintas bahagia.

Di kamarnya yang penuh poster kecantikan Dina Mariana, Asmuni memeluk selembar foto 3x4 yang kekuningan, matanya terpejam, angannya terbang. Foto yang dirampasnya dari kartu pengenal masa OSPEK ketika pemiliknya sedang istirahat shalat.

Angan Asmuni melukis pagi yang cerah di sebuah upacara. Seminggu baru lewat, kejuaran sepakbola antar kelas baru saja usai. Asmuni menjadi pemuncak daftar pencetak gol. Kesebelasan dari kelasnya memang hanya mampu runner-up.

"Dan mari kita sambut, pencetak gol terbanyak musim ini. Aa......smuniiiii!"

Merasa diri seolah Diego Maradona yang berjalan menyambut Piala Dunia Mexico 86, Asmuni melangkah gagah. Lensa pandangnya diputar selayaknya radar. Someone itu, dimanakah dia berbaris di bawah cerah yang bisa tiba-tiba redup bila kehadirannya tak ada?

Remaja perempuan itu berdiri dengan mata yang menatap sayu. Mata dengan kesaktian menyesap habis Asmuni ke dalam mati kata dan mati gaya. Melempar Asmuni ke semesta tak berdaya. Mata yang diinginkannya sebagai tempat paling teduh menyambut kematian, eh, belum sampai di situ. Mata dimana hari-hari tak kenal lelah apalagi menyerah berbagi kebahagiaan menghadapi kesulitan hidup sebagai pemain bola di negara bekas jajahan, koreksi Asmuni terhadap pelukisan angan-angannya sendiri.

Kriik..kriik...zzzzztt..kriik..kriik. Gemerisik ganti bersenandung. Siaran radio hilang. Di luar, langit malam dipenuhi petir berkejaran. Sebentar lagi akan hujan deras.

Asmuni bangun bergegas. Matanya melotot. Mulutnya menganga. Ketika Senyummu Hadir belum lagi tiba di bagian refrain. Ada cemas bergumul kesal yang kini pelan-pelan menikam dadanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline