Lihat ke Halaman Asli

S Aji

TERVERIFIKASI

Story Collector

Hal Terbaik di 8 Tahun Kompasiana

Diperbarui: 24 Oktober 2016   12:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sebenarnya saya menyiapkan tiga draft tulisan untuk merayakan 3 tahun perjalanan dalam 8 tahun kehadiran Kompasiana. Yang pertama berkedok sosiologis, kedua berlagak filosofis. Syukur sekali, sesudah mengalami "ritus plung", saya memutuskan tidak jadi.

Keluarlah dari model begituan dan menulislah untuk menghadirkan kelegaan yang kini mahal, wahai jiwa yang kini jijik pada televisi paska perginya Vonny!

Mari, Preend, dengan hati riang gembira senang sentosa senantiasa seperti pesan Om Ninoy yang sudah jarang menulis, sudilah membaca napak tilas ini.

Kemunculan pertama saya di Kompasiana langsung dengan buncah pongah di dada. Ya gimana tidak, tulisan berjudul Globalization of Nothing yang merupakan catatan buku atas karya Ritzer itu langsung diganjar Headline, Coys.

Manusia jenis Nomad, Udik dan Skeptik yang sekarang bergeser dengan motto Menulis adalah Merayakan Akhir Pekan bisa langsung masuk daftar tulisan terpandang di kemunculan perdana yang tak pernah diniatkan. Seolah pendatang baru yang menjanjikan, seolah calon penerima Rookie of the Year kalau di NBA dan diajak kencan oleh Megan Fox.

Ironisnya, headline perdana ini justru menjadi masalah. Sesudah kesan perdana yang begitu menggoda, menciptakan headline berikutnya adalah perkara yang lebih sulit dari mencari jarum asmara ditumpukan sobek kenanganmu. Hikhikhik.

Apa musababnya?

Ya, karena saya masih seperti menulis tugas zaman kuliah. Tugas-tugas yang menjenuhkan, membosankan yang diulang serta sarat kesuraman. Seperti tubuh dipapar mencret, makin dilayani, makin lemas sendiri.

Diperparah lagi, tahun itu, saya masih sok jaim, malas berkomentar dan belagu dalam kekukuhan standar tentang tulisan apa yang pantas disimpan dalam kepala dan apa yang secepat mungkin, abaikan!

Akibatnya paling membunuh yang segera dirasa adalah harus menanggung akibat dari idealisme pada anak muda yang kata Cicero, sering kayak manusia mabuk: abai sadar diri tapi nantang kemana-mana! Menjadi jenis manusia yang berteriak lantang di dalam tempurung jaimnya. Sungguh, ini melelahkan.

Maka, satu-satu jalan adalah menghancurkan sumber kelelahan itu! Apalagi yang lebih baik? Yang lebih mahal banyaak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline