Lihat ke Halaman Asli

S Aji

TERVERIFIKASI

Story Collector

Musyawarah Sarung

Diperbarui: 13 Oktober 2016   18:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Para sarung akhirnya memutuskan berkumpul. Musyawarah.

“Kita membutuhkan pemimpin yang menyuarakan kepentingan dan masa depan sarung,” kata sarung berdasar warna hitam dengan sulaman benang emas yang mengelilingi lingkar tubuhnya. Sederhana tapi mewah, berkelas. Desas-desunya, ia berasal dari lemari bangsawan. Jarang dipakai kecuali sedang ada upacara kerajaan.

“Karena itu juga, hematku, ia sering naïf,” bisik sebuah sarung dengan bau rokok ketengan bercampur apek pantat yang kental. Sarung aktivis kampus, lusuh dan jarang dicuci.

“Tapi dia benar adanya. Kita butuh pemimpin yang mengikat persatuan, menghilangkan kasta-kasta di tengah kita, bukan?”

Suara sarung yang lain kurang bersetuju protes sarung aktivis. Kali ini sarung dengan warna ungu pudar. Menanggung rindu yang dikutuk.

“Kau tak pernah tahu rasanya menutup tubuh yang ditinggal begitu saja sesudah bercinta. Cintamu itu pulang lalu bermanja pada selimut di kamar penuh harum parfum paris. Ia bercinta lagi di bawah lindungan selimut impor.”

Ow, ow, sarung yang memendam luka diselingkuhi. Mungkin ia berasal dari kost-kostan buruh pabrik arloji yang dipaksa merayakan birahi pemilik saham.

“Justru itu, kau jangan memilih yang bangsawan. Mereka tak pernah tahu sakitnya malam-malam dicampakkan bersama pesing kencing tikus!”

***

“Sodara-sodara, selamat malam. Semoga kita semua selalu dalam lindungan kesederhanaan. Semoga kita selalu dipersatukan dalam ikatan persaudaraan.”

Suara MC membuka musyawarah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline