Pedangdut Zaskia Gotik ditunjuk Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) sebagai Duta Pancasila pada acara pembekalan Pancasila untuk pekerja seni. Dari yang bisa dibaca pada laman Kompas.com, pertimbangan penunjukkan Zaskia karena: "pekerja seni itu sekali ngomong punya dampak besar. Kalau politisi belum tentu. Jadi mereka ini sangat strategis kami dorong untuk menjadi duta-duta," kata Abdul Kadir Karding, sang ketua Fraksi.
Lebih lanjut, masih dari laman yang sama, dikatakan cara penyelesaiannya tidak harus dengan hukum. Tapi bagi PKB kalau ada permasalahan seperti ini kita ingin menyelesaikan adalah dengan persuasi.
Oke sip. Jadi intinya: politisi yang bicara kanan-kiri atas-bawah luar-dalam tentang Pancasila sudah tidak didengarkan alias dianggap sepi lalu kemudian dimaknai publik sebagai daur ulang kepalsuan maka mari gunakan pesona artis dalam mengorganisir kesadaran masyarakat (fans) menjadi Pancasilais. Kesimpulan turunan seperti ini bisa dipakai? Over ya? Ya, tidak usah dipakai, lupakan, poin saya juga bukan di sini.
Saya tidak hendak menyerang Zaskia Gotik yang belum pernah bernyanyi melampaui indahnya suara Elvi Sukaesih, Camelia Malik atau Rita Sugiarto. Yang saya mau lihat adalah gambar yang lebih besar dari pinggul si Goyang Itik ini.
Pancasila dalam Negara Orde baru: Gagalnya Civil Religion (?)
Sebelumnya, mari mengenang ke belakang bagaimana Pancasila dijadikan sumber nilai oleh negara Orde Baru.
Zaman ini, Pancasila tidak boleh diperlakukan sembarang. Pancasila adalah poros nilai yang menjadi rujukan utama sehingga ia dilengkapi dengan macam-macam metode penyalur nilai seperti penataran P-4 dan institusi pengangkutnya, yakni keberadaan BP-7. Sesudah Soeharto selesai, barulah Pancasila ramai ditafsirkan kembali.
Salah satu tesis yang menarik adalah kajian yang mencoba melihat Pancasila sebagai Agama Sipil (Civil Religion). Pandangan ini berakar dari pemikiran filosof Perancis JJ.Rousseau yang dikembangkan oleh murid Parsons, Robert Norton Bellah. Bellah adalah sosiolog Amerika beraliran fungsionalisme yang melihat kapasitas menjadi modern dalam Religi Tokugawa. Religi Tokugawa-lah yang memberi basis kultural bagi modernisasi Jepang, restorasi Meiji memberikan jalan politiknya.
Agama Sipil adalah fenomena modern, muncul dalam budaya modern. Ia bisa dimaknai sebagai hasil pertemuan, perkawinan, persenyawaan, sintesis antara nilai-nilai dari agama wahyu (Abrahamic Religion), Agama Non-Abrahamic juga nilai-nilai yang sudah lebih dahulu tumbuh dan membentuk masyarakat. Jadi Agama Sipil jangan dibayangkan sebagai agama baru atau agama hasil sinkretisme yang mewartakan klaim keselamatan dan kebenarannya sendiri. Makna Civilitasnya lebih kepada produk budaya dan sejarah masyarakat. Kurang lebih seperti ini.
Sehingga bisa dikatakan dalam Agama Sipil, nilai-nilai dari agama wahyu, agama non-wahyu, dan nilai-nilai non agamais bersenyawa, menjadi sintesis nilai, yang selanjutnya membentuk nilai-nilai, norma, pengetahuan yang tercermin dalam laku sehari-hari masyarakat.
Pancasila sebagai Agama Sipil pernah dikaji ketika Negara Orde Baru masih tegak perkasa. Salah satunya adalah Susan Purdy. Saya tidak membaca langsung tesis Susan tapi membaca hasil tafsir dari Zainuddin Maliki, kalau tidak salah ingat dalam bukunya Agama Rakyat, Agama Penguasa (Galang Press, 2000).