Lihat ke Halaman Asli

S Aji

TERVERIFIKASI

Story Collector

[MBA] Mereka Bikin Aku..

Diperbarui: 25 Februari 2016   10:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Adalah Cicero, orator ulung dari Romawi yang berujar: idealisme anak muda itu serupa orang mabuk!

Sempoyongan tapi ngotot, linglung tapi mengajak tarung. Aku pernah persis begitu. Idealismeku mabuk dan menjadi kurang ajar. Lalu menantang segala pandang yang berdiri berbeda, merasa diri paling benar dari yang benar.  

Pertama, kepada Ayahku, guru sederhana yang bertahan mengabdi di Papua hingga pensiunnya.

Kala itu, aku sedang genit-genitnya bertemu yang namanya Gender dan Feminisme. Membaca beberapa buku saja, aku merasa mengerti seluruh isi perut wacana dan gerakan ini. Lalu berani terlibat dengan perseteruan pendapat dengan Ayahku. Aku ngotot dan membenarkan pemikiran yang ku pandang benar.

Ayahku hanya tersenyum, beliau tidak membantah kutipan-kutipan dari pemikiran beberapa figur yang aku ajukan. Beliau hanya cerita, bagaimana ibuku menjadi seorang guru sekaligus ibu yang setiap pagi menyiapkan sarapan sejak adzan subuh berkumandang. Tak pernah mengeluh apalagi berteori atas bawah yang bikin pengap dan pada akhirnya bingung sendiri.

Apa yang terjadi kemudian? Aku remuk-redam berantakan. Pemahaman membutuhkan penghayatan kenyataan yang baik, bukan penghapalan halaman buku yang teliti. 

Kedua, kakak angkatan di kampus. Beliau orang yang kini sudah memiliki nama harum dan sedang bergiat dengan pilihan menjadi pengajar dan menulis buku di pinggiran. Beliau juga menolak bergabung pada pusat-pusat intelektual di kota-kota besar Indonesia. "Indonesia dibangun dari pinggir." begitu alasannya ketika kutanya mengapa menolak bekerja di LIPI.

Masa itu, aku membaca sebuah halaman pengantar dan beberapa paragraf awal di bab pendahuluan sebuah buku. Karena ingin mencari muka, ku ajak dia melihat kalau aku sudah membaca buku. Maka kutanyakan beberapa hal yang secara percaya diri langsung kusampaikan sementara pada saat bersamaan ia sedang serius membaca buku yang tebal. Mungkin buku Thomas Raffles, manusia Inggris yang pernah jadi Gubenur tanah Hindia.

Begitu selesai tanya kusampaikan, dia menatapku dengan tajam, lalu bilang begini: “pertanyaan apa itu? Bodoh sekali, baca buku sampai selesai, baru bertanya!”

Ya Tuhan, hancuuuur. Remuk. Tidak adakah kata yang lebih lembut? Lalu dia menambahkan, “membaca seperti kamu itu hanya akan jadi genit. Orang genit dijauhi pengetahuan yang benar.” Aseem, jadi ingat cara mengeritik ayah dulu.

Ketiga, dosen sekaligus ayah angkatku. Ia seorang Protestan plus Weberian. Pendeta dan peneliti yang gigih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline