Lihat ke Halaman Asli

S Aji

TERVERIFIKASI

Story Collector

Delete Contact

Diperbarui: 9 Juni 2017   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: MessagingAppLab

Pemberian Tahu

Bukan maksudku mau berbagi nasib.
Nasib adalah kesunyian masing-masing
Ku pilih kau dari yang banyak, tapi sebentar
Kita sudah dalam sepi lagi terjaring.
Aku pernah ingin benar padamu, di malam raya, menjadi kanak-kanak kembali.

Kita berpeluk cium tiada jemu,
Rasa tak sanggup kau kulepaskan.
Jangan satukan hidupmu dengan hidupku, aku memang tak bisa lama bersama.
Ini juga kutulis di kapal, di laut tak bernama.

(Chairil Anwar, 1946) 

------------------------------

Senja sudah lama tak lagi indah. Tapi ia selalu soal batas.

Sisa-sisa air hujan masih membekas di atas rerumputan. Di meja, ada majalah Tempo dengan judul Di Bawah Lindungan Dahlan. Selain 5 biji jagung rebus dan secangkir kopi kemasan. Rumah itu lengang. Si Lelaki muda, penghuninya, entah dimana.

Beberapa hari terakhir ini, hujan hadir seperti nyanyian surgawi, mengunjungi telinga yang sesak oleh celoteh televisi. Celoteh yang datang dari keserakahan berburu rating, kerakusan menjaring iklan, dan, terseok-seok sebab tersandera syahwat politik. Lelaki itu, si penghuni, entah kemana.

Di rumah itu, air hujan lalu membawa kejenuhan kembali ke tanah. Lelaki itu, entah sedang dimana.

***

Tahun 2001. Langit Manado mendung. Setiap Desember selalu begitu. Tapi ada rombongan Santa Clauss di jalanan berbagi hadiah. Desember yang basah dan marak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline