Lihat ke Halaman Asli

Tutik Sulistyaningsih

Jangan lupa tersenyum

MENGENAL ADANYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Diperbarui: 16 April 2022   23:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tutik Sulistyaningsih

Institut Agama Islam Negeri Salatiga, Email: tutiksulis2002@gmail.com

Dalam perdagangan internasional di setiap negara sektor perekonomiannya memiliki peranan yang sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan dunia bahwa tidak ada satu negara di dunia yang tidak melakukan pedagangan internasional. Perekonomian menyebabkan setiap negara berusaha untuk mencapai surplus dalam neraca perdagangan internasionalnya. Semakin besar surplus yang dihasilkan maka semakin besar pula devisa yang masuk sehingga dapat menjadi sumber pemasukan kas negara yang pada akhirnya dapat digunakam untuk membiayai pembangunan. Perdagangan internasional menjadi penghubung antara perekonomian dalam negeri dan perekonomian luar negeri. 

Sebuah negara tidak boleh hanya terpaku pada perdagangan internasional, khususnya ekspor sebagai satu-satunya mesin penggerak pertumbuhan ekonomi pada masa sekarang. Kinerja perdagangan Indonesia yang semakin menurun, terlihat dari surplus neraca perdagangan yang semakin menurun (defisit) dari tahun ketahun harus diwaspadai oleh pemerintah. 

Dalam perspektif ekonomi islam mengenal perdagangan luar negeri atau sering disbut perdagangan internasional. Hal tersebut dapat dilihat dari praktik dagang Rasulullah SAW, yang melintasi Jazirah arab dan wilayah perbatasan Yaman, Bahrain dan Syiriah. Selain itu, pada masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Khatab ditetapkan pungutan ‘Ushr bagi para pedagang yang melintasi wilayah negara muslim dengan syarat nilai dagangan yang dibawah minimal dirham. Pungutan ini menjadi salah satu sumber pendapatan negara pada masa itu. 

Perdagangan merupakan kegiatan menjual dan membeli barang/jasa pada suatu tempat, yang di sana terjadi keseimbangan antara kurva permintaan dengan kurva penawaran pada suatu titik yang biasa dikenal dengan nama titik ekuilibrium. Sedangkan internasional berarti dunia yang luas dan global, bukan persial atau satu kawasan tertentu. Perdagangan internasional merupakan bentuk transaksi dagang yang terjadi antara subyek ekonomi negara satu dengan negara lainnya, baik berupa transaksi barang atau jasa. 

Adanya kerjasama yang dilakukan oleh berbagai negara untuk menghilangkan proteksi perdagangan dan adanya keinginan untuk mempromosikan perdagangan barang dan jasa secara bebas. Perdagangan internasional menjadi elemen penting dari proses globalisasi. Membuka perdagangan dengan berbagai negara di dunia akan memberikan keuntungan dan membawa pertumbuhan ekonomi dalam negeri, baik secara langsung berupa pengaruh yang ditimbulkan terhadap alokasi sumber daya dan efesiensi, maupun secara tidak lansung berupa naiknya tingkat investasi.

Perdagangan internasional melibatkan negara juga warga negara asing, maka negara Islam, dalam hal ini Khalifah, bertanggung jawab untuk mengontrol, mengendalikan dan mengaturnya sesuai dengan ketentuan syariah. Membiarkan perdagangan internasional tanpa adanya kontrol dan intervensi negara sama dengan membatasi kewenangan negara untuk mengatur rakyatnya. Padahal Rasulullah SAW bersabda: “Imam itu adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.” 

Barang yang halal pada dasarnya dapat diperjualbelikan ke negara lain. Meski demikian ekspor komoditas tertentu dapat dilarang oleh khalifah jika menurut ijtihadnya bisa memberikan dharar bagi negara Islam. Misalnya ekspor senjata atau bahan yang bisa memperkuat persenjataan negara luar, seperti uranium, dll. Sebab, komoditas semacam ini bisa memperkuat negara luar untuk melakukan perlawanan kepada negara Islam. Khalifah juga boleh melarang ekspor komoditas tertentu yang jumlahnya terbatas dan sangat dibutuhkan di dalam negeri, sehingga kebutuhan dalam negeri bisa terpenuhi. Dalam kaidah ushul dinyatakan: “Setiap bagian dari perkara yang mubah apabila membahayakan atau menghantarkan pada bahaya, maka bagian tersebut menjadi haram sementara bagian lain dari perkara tersebut tetap halal.”

Hukum perdagangan internasional dalam Islam disandarkan pada kewarganegaraan pedagangan/pemilik barang, bukan pada asal barang. Jika pemilik barang adalah warga negara Islam, baik Muslim maupun kafir dzimmi, maka barang yang dia impor tidak boleh dikenakan cukai. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk syurga orang yang memungut cukai”. Namun jika barang yang masuk ke wilayah negara Islam adalah milik warga negara asing, maka barang tersebut dikenakan cukai sebesar nilai yang dikenakan negara asing tersebut terhadap warga.

Negara Islam, atau sesuai kesepakatan perjanjian antara negara Islam dengan negara asing demi kemaslahatan Islam, umat dan dakwah Islam, khalifah diberikan kewenangan untuk mengatur besar tarif tersebut. Ketika misalnya pasokan komoditas yang dibutuhkan oleh penduduk negara Islam langka sehingga menyebabkan inflasi, maka tarifnya dapat diturunkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline