Lihat ke Halaman Asli

Aku dan Kisah Ta'arufku

Diperbarui: 10 April 2016   12:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://abadimarried.blogspot.co.id/2012/08/taaruf-islami.html"][/caption]

Aku adalah seorang yang sangat jingkrak, memang iya aku ini seperti anak cowok. Mungkin itu pengalaman masa kecilku yang nakal. Aku sering menjaili teman-temanku. Membuatnya menangis, membohonginya saat kami melakukan permainan petak umpet, dls. Kadang aku juga sering tidak menjawab pertanyaan ibu saat ia bertanya “Temanmu menangis karena siapa? Pasti karena kamu?”. Ibu juga sering menanyakan “Diapain temanmu bias menangis?” aku hanya menjawab “Ya gak tahu, mana ku tahu”.

Masa-masa kecilku memang dipenuhi dengan kecerian, aku sering bermain dibandingkan berada di rumah. Dipastikan  setiap hari aku berada diluar rumah dibandingkan berada didalam rumah. Paling sekitar jam lima sore aku pulang ke rumah. Aku adalah bosnya teman-teman sekampungku. Kalau kalian main ke Desa Jombol lalu nanya “Kenal Linda?” Pasti mereka akan menjawab “Saya kenal”. Saking terkenalnya mereka takut dengan saya. Saat itu di siang hari aku dan teman-temanku menemui sebuah dapur tetanga yang terbuka karena rasa penasaran dan kenakalanku aku membakarnya bersama teman-teman. Dan kami langsung kabur saat yang punya rumah marah-,marah.

“Sia maneh ngaduruk dapur aing! Awas!”

Itu adalah salah satu pengalaman masa kecilku dan masih banyak lagi pengalaman-pengalamanku yang lainnya. Tetapi aku sendiri heran, aku mempunyai kakak laki-laki dan kakak perempuan yang baik-baik beda denganku yang seperti ini. Di kampungku aku terkenal dengan sebutan Linda bukan Maulida. Tetapi dirumahku ibu dan bapakku memanggilku, Lida.

Lulus dari Sekolah Dasar di Al-Hidayah Jombol aku melanjutkan sekolah di Darul Ulum {DU} sebuah sekolah Islam terkenal di Majalengka. Disana aku berusaha nyaman sebab aku hidup si asrama. Seperti ayam yang berkeliaran lalu dikerem di kandangnya. 3 bulan berlalu, sungguh hanya 3 bulan tubuhku menjadi kurus dan kerempeng. Dan 3 bulan ini aku merasa amat tertekan sekali, seperti sedang mempunyai tekanan batin yang sangat dalam. Kepalaku puyeng dan rasanya aku tak sanggup hidup disini. Keesokan harinya aku berniat untuk keluar dari asrama, bagaimanapun caranya. Disaat orang lain hilang arah, aku bersembunyi-sembunyi melenyap dari jangkauan mereka. Lalu saatnya pun tiba, aku berhasil keluar dari asrama santri. Meski jantungku tertekan dan ingin ke rumah sakit. Sebab jika ustadzah mengetahui hal ini pasti aku akan dihukum dan dipermalukan dihadapan santri yang lain.

Ibu dan bapakku menceramahiku, di rumah. Tekanan batinku bertambah lagi saat aku menghadapi mereka dirumah. Aku hanya diam dan berkata “Aku tak sanggup lagi hidup di asrama”. Mereka pun akhirnya mengerti dan keesokan hari dan hari berikutnya aku tidak lagi berada di asrama. Tetapi sekolahkiu tetap di DU hanya saja pulang pergi tidak lagi menjadi santri tetap.

Saat SMA

Cita-citaku menjadi ustadzah yang budiman. Tema ceramahku sudah ditentukan oleh batinku sendiri yaitu untuk kesalamatan seluruh umat perempuan di muka bumi ini. Ialah tentang Hijab dan Ta’aruf. Aku melarang jama’ahku untuk mendekati jinah sebab ia amat dilarang oleh Allah. Aku sendiri bilang ke bapakku “Pak boleh gak aku di jodohin sama anak kyai?” bapakku menjawab “Boleh, ntar kalau Lida sudah gede bapak jodohin sama anak teman bapak yang berpropesi sebagai kyai”.

Aku juga mengingatkan kepada teman-temanku untuk memakai hijab dimanapun dan kapanpun. Kecuali dirumah dan dikamar mandi. Meski teman-temanku ada yang masih belum memakai hijab tetapi aku terus menasihatinya. Membacakan ayat suci al-quran ditelinga temanku, misalnya. Atau kegiatan renungan yang sering diadakan saat istirahat sekitar jam 1O siang saat kami telah membeli makanan di kantin. Jadi sambil makan sambil renungan. Selain saat jam istirahat juga saat tidak ada guru yang masuk. Itulah keadaan anak IPS guru jarang masuk, tetapi itu adalah sebuah kelebihan anak IPS. Setidaknya kami selalu diajarkan bersosialisasi terus menerus.

Nah disini, saat memasuki masa-masa SMA sikap dan kepribadianku 18O derajat berbeda dengan kebiasaan masa kanak-kanakku. Apalagi disaat kelas sepuluh ibu yang amat kucintai menderita penyakit yang sangat ganas, yaitu sebuah penyakit yang sangat booming diakhir jaman ini “kanker”. Meski kakak2 ibu juga menderita penyakit yang sama tetapi semoga ibuku tidak meninggal seperti saudara ibu sebelumnya yang menderita penyakit kanker juga. Aku menjadi dilemma kembali. Ibuku sering pulang pergi kemoterapi dan aku sering ditinggalkan bapak dan ibuku dirumah. Dan hal ini melatih kemandirian dan ketabahanku. Akhir-akhir ini aku sering mendengarkan nasyid, shalawat dan lagu-lagu tentang ibu. Dipagi hari saat jam istirahat aku bercerita kepada temanku, Tutik bahwa ibuku menderita penyakit kanker setelah temanku itu bertanya melulu perihal kesedihanku saat ini. Dan keesokan harinya ibuku meninggal dunia. “Ya Allah tabahkanlah aku yang nelangsa ditinggal ibu”.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline