Lihat ke Halaman Asli

Bagi Demokrat Hasil Survei LSI Bukan Patokan

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kehadiran survey telah membuat dunia politik Indonesia menjadi lebih transparan. Survei juga membuat kultur politik lebih rasional, “tidak menggunakan jampi-jampi dan kepul asap kemenyan.” Bagi demokrat survey disikapi rasional saja, karena itu bukan patokan mutlak untuk menjadikan standar memenangkan sebuah pemilihan. Kader kader di daerah lah yang berperan sebagai ujung tombak menaikkan elektabilitas sebuah partai.

Ada dua manfaat yang bisa didapat dari survey. Pertama, bagi pejabat yang tengah menduduki jabatan (incumbent), hasil survey dapat menjadi acuan mengenai posisi dirinya di mata public, misalnya dalam hal kinerja. Kedua, bagi mereka yang baru akan maju dalam pilcaleg, survey dapat menjadi alat untuk mengukur tingkat popularitas dan dukungan kepadanya. Survei, kemudian menjadi alat baru untuk menilai tingkah laku para elit politik, baik menjelang atau berakhirnya kekuasaan, maupun sepanjang kepemimpinannya.

Release survey LSI yang menempatkan PKS dan Nasdem diluar ambang batas, tentu harus disikapi bijak oleh internal masing masing partai. Demokrat memilih berkonsentrasi melahirkan capres unggulan dengan konvensi daripada berdebat dalam nilai nilai hasil survey LSI,  Demokrat pada dasarnya telah menerapkan mekanisme ‘konvensi’ dalam rekrutmen kandidat yang akan maju ke arena Pilpres, di mana kandidat yang paling banyak mendapatkan dukungan Publik-lah yang maju, dan jauh hari sebelumnya panitia konvensi sudah bekerja dama dengan tiga lembaga survey independen.

Sebagai sebuah inovasi baru dalam kehidupan politik Indonesia, kehadiran survey tidak serta merta diterima secara luas. Karena keberadaannya tidak lepas dari kepentingan siapa yang mendanai, ini yang mutlak harus disikapi. Dari sudut perkembangan lembaga survey, kehadiran beberapa lembaga survey menandai sebuah transformasi. Pertama, survey kini menjadi instrument politik. Kedua, survey opini public tidak lagi sekadar bergerak di area public interest, melainkan telah berkembang menjadi jasa komersial, ini yang menjadi kendala ketika kepentingan survey lebih besar dibanding memberikan pelajaran politik ke masyarakat.

Jangan sampai kita terjebak dengan patron patron hasil survey yang dibungkus oleh kepentingan parpol, lihat contoh survey yang memenangkan foke di pilkada DKI, dan hasilnya semua survey tersebut terbantahkan dengan kemenangan jokowi. Makanya apa yang dilakukan demokrat dengan mengadakan sistem konvensi terbuka sudah tepat karena mengusung demokrasi yang egaliter dan yang menilai pun masyarakat.



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline