Lihat ke Halaman Asli

Saya Mengenal SBY lewat Refleksi Sebuah Buku

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Membuat resensi terhadap sebuah buku dengan tebal 787 halaman memang bukanlah perkara yang gampang dan sederhana. Apalagi manakala buku yang dimaksud ditulis oleh seorang kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang sudah hampir menunaikan suatu periode kepemimpinan yang begitu sarat makna. Membacanya akan membuat kita seolah olah bertatapan dan berdialog langsung dengan beliau.

Bukua Selalu Ada Pilihan (SAP) ditulis langsung oleh bapak SBY disela sela aktivitas beliau sebagai kepala negara dan pemerintahan selama sembilan bulan lebih. Pada Bab satu, melalui 13 tulisan didalamnya pak SBY seolah mengajak kita semua untuk mengenal lebih dalam mengenai situasi dan kondisi bangsa dan negara kita saat ini, dengan potensi dan kekuatan yang dimiliki serta tantangan yang dihadapi, khususnya setelah memasuki era reformasi dan demokratisasi.

Pembahasan mengenai situasi dan kondisi bangsa dan negara  tentunya bukanlah sesuatu yang baru karena hampir setiap hari selalu ada saja blog, artikel, paper atau bahkan buku yang menawarkan tema yang serupa, mulai dari disertasi ilmiah hingga diskusi ala kadarnya di warung kopi. Namun pastinya berbeda dan akan menjadi sangat menarik manakala situasi dan kondisi bangsa dan negara diungkap dan dibahas langung oleh sang pemimpin yang masih menjabat, yang tentunya bernagkat dari perspektif dan pengalaman yang takkan bisa disamai oleh siapapun.

Bab kedua, barangkali merupakan bab yang sangat personal sekaligus aling humanis dari buku SAP karya pak SBY ini. Pak SBY begitu terbuka bertutur kata mengenai apa apa saja yang beliau rasakan khususnya sebagai anak manusia selama mengemban amanah dan tanggung jawab yang begitu besar sebagai seorang presiden. Mulai dari yang bersifat pribadi seperti waktu yang sangat terbatas, hujan fitnah dan prasangka kepada keluarga, hingga kepada hal hal yang berbau politis seperti ancaman pembunuhan dan kudeta.

Penuturan penuturan yang disampaikan secara lugas dan jujur ini semestinya bisa memberikan 'jembatan' bagi siapapun yang membacanya untuk bisa 'berkenalan' lebih dekat dengan sosok dan pribadi pak SBY sebagai seorang anak manusia, lepas dari embel embel formal yang melekat pada diri beliau selama ini sebagai orang nomor satu di negara ini.

Kita mungkin masih ingat dengan suatu falsafah luhur mengenai pendidikan sekaligus kepemimpinan Jawa yang dicetuskan oleh Ki Hajar dewantara, seorang tokoh pendidikan sekaligus pahlawan nasional Indonesia. Falsafah itu berbunyi ing ngarsso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani; yang artinya kira kira begini : di depan menunjukkan jalan dan teladan, di tengah membangun kemauan dan di belakang memberikan dorongan.

Setelah menuntaskan membaca buku ini SAP karya Pak SBY ini, entah mengapa saya menemukan falsafah Jawa di atas hadir di buku tersebut. Dari sisi penulisan tidak dapat dipungkiri bahwa gaya bahasa dan gaya bertutur kata pak SBY snagat terasa di buku ini. Pak SBY ingin mengajarkan kepada kita semua mengenai apa yang menjadi pilihan sikapnya selama ini baik dalam kepemimpinan maupun dalam kehidupan secara umum, yaitu menjadi dirinya sendiri apa adanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline