Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Mimpi

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya bukan seorang kritikus. Tak mampu menulis tentang kondisi Indonesia saat ini. Tak mampu menulis tentang kemerdekaan yang sesungguhnya. Benarkah kita telah merdeka? Benarkah kita sudah tidak dijajah? Kalau memang benar kita telah merdeka, kenapa masih banyak anak terlantar terkapar di jalanan? Kalau memang benar kita sudah tidak dijajah, kenapa setiap tahun muncul kasus korupsi baru--padahal yang lama belum selesai diurusi.

Saya bukan seorang sastrawan. Tak sanggup aksara saya menyentuh kata-kata puitis bermuatan nilai patriotik. Tak sanggup menemukan kiasan-kiasan yang dapat menampar wajah para penjahat berdasi... seketika memerah; sakit dan malu.

Saya juga bukan seorang fotografer handal. Tak bisa mendapat angel yang bagus untuk sebuah foto seukuran kartupos karena tak punya kamera bagus. Tak bisa mengabadikan momen indah saat sahabat berlomba-lomba di sebuah tiang permainan bernama PanjatPinang atau saat ponakan mengikuti lomba gerak jalan dalam rangka merayakan kemerdekaan negeri ini.

Tapi saya punya sebuah mimpi... mimpi yang terlalu muluk dalam tulisan sederhana ini.

Mimpi tentang upacara 17 Agustus berskala nasional, yang biasanya dilaksanakan di Jakarta, dilaksanakan di Ende. Kota kecil yang secara garis besar terletak di tengah-tengah Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Anda pasti kaget.

Saya juga. Hehehe.

Tapi apa salahnya punya mimpi seperti itu?
Bukankah Pancasila ditemukan di Ende? Meskipun tidak berhubungan secara langsung namun Pancasila dan kemerdekaan bangsa ini berkaitan erat.

Mungkin orang lain akan menganggap saya lebay, terlalu melebih-lebihkan, karena nyaris setiap ada kesempatan selalu saja hal yang satu ini saya angkat dan saya ungkit. Tapi bagi saya, hal ini justru harus diangkat, harus diungkit, agar semua orang Indonesia tahu bahwa Pancasila was found here... di kota kecil ini. Hehehe.

Soekarno (mantan Presiden Republik Indonesia) yang juga dikenal dengan  Bung Karno pernah diasingkan oleh kolonial Belanda selama 4 tahun (1934 - 1938) di kota Ende. Tentu saja banyak yang telah dilakukan oleh beliau selama masa pengasingan tersebut. Dan masih tertinggal (tetap ada selamanya) semua yang ditinggalkan... fisik dan nilai-nilai moral bangsa yang tinggi.

Bung Karno diasingkan sejak 14 Januari 1934 bersama istrinya, Inggit Garnasih; mertuanya, Ibu Amsih; anak angkatnya, Ratna Juami; serta guru anak angkatnya, Asmara Hadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline