Beberapa bulan yang lalu, masyarakat cukup dikejutkan dengan informasi yang beredar bahwa pajak (PPN) untuk pembelian rumah baru ditanggung oleh pemerintah. Hal tersebut tentu direspon dengan gembira oleh banyak masyarakat, maklum, harga rumah yang semakin naik dari bulan ke bulan dan tahun ke tahun membuat kemampuan masyarakat untuk membeli rumah menjadi sulit.
PPN Rumah di Indonesia
Pada dasarnya karena rumah dan jenis properti lainnya termasuk dalam kategori Barang Kena Pajak (BKP), maka dalam proses jual-beli tersebut akan dikenakan pajak. Saat tulisan ini ditulis, PPN rumah dibebankan kepada pembeli dengan tarif 11% dari harga hunian. Perlu diketahui juga bahwa tarif 11% ini hanya berlaku hingga akhir tahun 2024 alias 31 Desemebr 2024, karena rencananya untuk di tahun yang akan datang (2025), tarif PPN akan naik menjadi 12%. Selanjutnya sebelum melangkah lebih jauh, kita akan kembali sedikit mengingat kembali istilah-istilah yang akan kita gunakan dalam tulisan ini.
Terulis dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120 tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023, ada dua golongan yang PPN-nya ditanggung oleh pemerintah selama memenuhi persyaratan: (1) rumah tapak; (2) satuan rumuh susun. Rumah tapak sendiri merupakan bangunan gedung berupa rumah tinggal atau rumah deret baik bertingkat maupun tidak bertingkat, termasuk bangunan tempat tinggal sebagian dipergunakan sebagai toko atau kantor.
Survei Harga Properti Residensial
Mengutip dari survei yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Triwulan III, terdapat tiga poin yang dapat dijadikan catatan.
Pertama, terdapat indikasi bahwa indeks harga properti residensial di pasar primer secara tahunan meningkat sebesar 0.04% dari triwulan sebelumnya yang sebesar 1.92% (yoy) menjadi 1.96% (y0y). Kedua, jika dilihat dari sisi penjualan maka terindikasi bahwa penjualan properti residensial di pasar primer pada triwulan III 2023 belumlah pulih. Untuk saat ini, penjualan properti residensial masih terkontraksi sebesar 6.59% (yoy) walaupun jika dibandingkan dengan triwulan II di tahun yang sama di angka 12.30% (yoy), maka mengalami peningkatan sebesar sebesar 5.71%. Terakhir, jika kita melihat dari sisi pembiayaan maka dapat diketahui bahwa modal utama pembangunan properti residensial oleh pengembang berasal dari sumber pembiayaan nonperbankan, di mana menggunakan dana internal sebesar 73.46%. Di sisi sebaliknya, jika dilihat dari sisi konsumen, maka skema pembiayaan utama dalam pembelian rumah primer adalah KPR, dengan pangsa 75.5% dari total pembiayaan.
Insentif Rumah Bebas PPN
Program ini dilatar belakangi oleh dua hal. Yang pertama adalah pemerintah ingin lebih lagi dalam hal mendorong pertumbuhan ekonomi, di mana salah satunya adalah dengan diberikannya intensif bebas PPN di sektor industri perumahan. Selain itu, program ini juga merupakan wujud dukugan pemerintah dalam hal meningkatkan daya beli masyarakat dalam hal sektor properti. Seperti yang dibahas sebelumnya, PPN Ditanggung Pemerintah hanya atas penyerahan rumah tapak, dan satuan rumah susun (termasuk ruko alias rumah toko, dan rukan alias rumah kantor).
Setidaknya terdapat lima kriteria rumah tapak dan atau rumah susun yang diberikan fasilitas:
- Memiliki kode identitas rumah
- Memiliki harga jual maksimal 5 miliar rupiah
- Diserahkan secara fisik paling lambat tanggal 31 Desember 2024
- Merupakan rumah baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni
- Diberikan maksimal 1 unit rumah tapak/unit hunian rumah susun untuk 1 orang dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun
Melihat kriteria di atas, beberapa orang mungkin akan bertanya apa yang dimaksud 'harga jual maksimal 5 miliar rupiah', padahal angka yang beredar di berita adalah 2 miliar rupiah. Perlu diketahui bahwa angka 2 miliar adalah Dasar Pengenaan Pajak(DPP)nya, yang merupakan bagian dari harga jual paling banyak sebesar 5 miliar. Sebagai contoh:
- Jika Nyonya Rosa membeli rumah seharga 6 miliar rupiah, maka atas transaksi tersebut Nyonya Rosa tidak akan mendapatkan insentif PPN DTP karena harga jual rumah melebih 5 miliar rupiah.
- Jika Tuan Budi membeli rumah seharga 5 milair rupiah, maka atas transaksi tersebut Tuan Budi akan mendapat insentif PPN DTP namun maksimal sebesar 2 miliar saja, sehingga PPN yang harus dibayar adalah 11% dikali 2 miliar atau sebesar 220 juta.
- Jika Nyonya Rani membeli rumah seharga 2 miliar rupiah, maka atas transaksi tersebut juga akan mendapat insentif PPN DTP sebesar 2 miliar rupiah, dengan kata lain Nyonya Rani tidak perlu membayar PPN atas pembelian rumah tersebut karena sudah ditanggung pemerintah.