Lihat ke Halaman Asli

Bayar Kost dari Kamar Kost

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Banyak cara yang bisa dilakukan, untuk menjadikan ruang tinggal sebagai mesin pendapatan. Kemarin, saya menyempatkan mampir ke kost-an salah satu sahabat di daerah Jatinegara, Jakarta Timur. Ruangan kost dia tidak begitu luas. Mungkin hanya 4x5 meter saja. Teman saya ini terkenal kreatif untuk mengelola bisnis serabutan. Dia adalah karyawan yang bekerja penuh di atas 8 jam per hari. Tentunya dengan kondisi tersebut, teman saya akan sangat sulit menjadi manusia amfibi, yang hidup menjadi karyawan plus pebisnis. Tapi apa yang dia lakukan untuk tetap mendapatkan penghasilan tambahan dan memanfaatkan ruang kost-nya sebagai alat pencetak rupiah? Begini ceritanya. Bukan usaha klontongan atau model investasi saham dan reksadana yang ia geluti. Bukan juga investasi emas atau logam mulia lainnya. Modal dia hanya mesin tetas otomotis. Lho, mesin tetas? Mengapa? Pertimbangan dia seperti ini. Jika memilih usaha semacam franchise atau bisnis berbasis kuliner, pastinya ia belum sanggung menjalankan sendiri. Maklum, jenis usaha ini butuh perangkat banyak dan yang paling sulit adalah sumber daya manusianya. Sebagai pegawai, tentu akan sulit dia mengontrol ini dan itu..... Soal kebun emas? Logam mulia memang cocok untuk investasi. Tapi, kurang pas bagi pebisnis jangka pendek yang membutuhkan cash flow keuangan. Jadi, membeli emas, sama saja memendam perputaran uang. Tentu akan lebih menguntungkan bila uang tersebut bisa dialirkan mejadi bisnis produktif yang bisa menghasilkan rupiah tiap saat. Meski berisiko tinggi.... Soal investor? Model ini memang bagus, bila kita cukup uang. Artinya, dengan kemampuan modal, kita mendanai sebuah bisnis yang dioperasikan orang lain. Nantinya, kita tinggal menarik keuntungan dari bagi hasil yang sudah disetujui. Namun, bila modal cekak, ya susah jadi investor. Saham dan reksadana? Hmmm, risk-nya tinggi bila tidak memahami. Meski sekarang sudah ada manajemen investasi yang siap mengelola. Tapi yang saya tahu, semua resiko ditanggung oleh kita. Karena rumus MMI tersebut tidak mau rugi.... Nah, kembali ke mesin tetas otomatis itu. Sebelumnya saya pun belum terpikir akan manfaat alat yang satu ini, sebagai usaha sampingan berlahan minimalis yang cukup efektif. Apa sebabnya? Mesin tetas otomatis tidak membutuhkan tenaga ekstra dalam pengerjaannya. Hanya rajin mengganti air dalam waktu tertentu. Tidak tiap hari. Sedangkan suhu dan perputaran telurnya sudah dijalankan oleh mesin itu sendiri. Mesin ini juga tidak butuh tempat luas. Bisa didesain sesuai kebutuhan. Lantas bagaimana mesin tetas otomatis bekerja menghasilkan uang? Nah, inilah trik teman saya itu. Dia memiliki 2 mesin tetas otomatis berkapasitas 100 butir telur. Harganya, Rp4 juta untuk dua mesin tetas tersebut. Setiap bulan 2 mesin tetas itu, ia isi dengan 200 butir telur ayam. Tentu bukan telur ayam negeri yang ia tetaskan. Tapi telur ayam kampung, kampung unggulan, ayam serama, ayam ketawa, dan jenis ayam-ayam pehobi lainnya. Harga telur ayam tersebut, berkisar Rp1.000 s.d 1.700 per butir. Nah, setelah dimasukkan ke mesin tetas, dalam 21 hari, telur tersebut sudah menetas dan lahirlah ayam umur satu hari, atau DOC. Rasio kegagalan penetasan ini, dari pengalaman dia tak kurang dari 20%. Artinya, dari 200 butir terlur itu yang berhasil menjadi DOC sebanyak 160 ekor. Nah, 160 ekor DOC inilah yang setiap bulan ia jual. Harganya Rp7.000/ekor (maklum ayam pehobi). Jadi setiap bulan, teman saya ini mendapatkan pendapatan kotor Rp1.120.000,-. Setelah dikurangi biaya beli telur dan listrik, setiap bulan masih ada tambahan uang bersih Rp800.000 masuk ke kantong dia. Yah, hitungan dan trik sederhana. Tapi, strategi jitu bagi teman saya ini yang memanfaatkan kost untuk membayar sewa kost itu sendiri, tanpa harus dibebani dengan pengerjaan lebih! Dia tetap bisa tidur pulas dan bekerja di kantor dengan normal. Selamat mengikuti!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline