Lihat ke Halaman Asli

Laplace, Anak Petani, Diplomat Ulung

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering


"kita tidak bisa memilih lahir dari keluarga yang mana, tetapi kita bisa memilih mati yang di kenang sebagai "sesuatu""

Siapa yang tidak kenal dengan Transformasi Laplace? karya ini sangat banyak membantu menyelesaikan persamaan diffirensial. Karenanya Laplace termasuk minoritas matematikawan yang di kenal luas baik di dunia engineering, sains, astronomi, dan tentunya matematika. Tetapi siapa yang tahu dari mana Laplace lahir?

Laplace lahir dari keluarga petani, dan Laplace diceritakan seorang pekerjas, "yang melakukan apapun" untuk menghapus jejek "lupur" dari kakinya. Salah satunya menekuni matematika.

Berbeda dengan tetanganya Cauchy, Laplace tergolong ambisius sejati, dia bahkan "cemburu" ketika Lagrange di calonkan mengganti posisi Euler. Dan dalam banyak hal Laplace banyak "berperang" dengan Lagrange. Tentunya bukan angkat senjata, apalagi bawa bambu runjing, mereka berperang dalam karya.

Suatu ketika saat perang senjata masih terjadi, Laplace duduk di atas kuda dengan angkuh dan ambisi besar, lucunya Laplace juga Langrange selamat dari peperangan tersebut. Ada dugaan bahwa, Laplace dan Lagrange selamat bukan karena ahli perang, tetapi keahliannya masih dibutuhkan untuk menghitung gerak peluru.

Keahlian Laplace yang kedua, dia adalah diplomat sejati. Membayangkan kemampuannya kita bisa melihat RUHUT SITOMPUL saat ini, Ruhut yang dulunya golkar, tiba-tiba demokrat, dan bisa jadi esok PDIP kalau saja Jokowi jadi Presiden. Tidak jauh berbeda, Laplace mampu meyakinkan siapapun, bahwa dia pedukung sejati pemenang, dan dia selalu mendapat jabatan dari diplomasi itu.

Kita dapat melihat beberapa hal dari perjalanan Laplace :
1) kita tidak bisa memilih lahir dari keluarga yang mana, tetapi kita bisa memilih mati yang di kenang sebagai "sesuatu"
2) kita bisa melihat budaya "eropa" yang sangat menghargai matematikawan, bahkan dalam perang sekalipun, mereka memilih tidak membunuh matematikawannya.
3) kemampuan diplomasi sangat diperluka, akan tetapi silahkan memilih kapan dan dalam hal apa menggunakan kemampuan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline