Lihat ke Halaman Asli

Turnad Lenggo Ginta

Dosen dan Peneliti

Merajut Mimpi Menjadi Penguasa Baterai Dunia - Kesiapan SDM dan Potensi Limbah

Diperbarui: 18 Oktober 2022   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

'Kami tidak akan berhenti hingga semua mobil di jalanan adalah mobil listrik'

 ~ ELON MUSK~

Perkembangan penggunaan dan produksi mobil dan kendaraan listrik (electric vehicle, EV) dunia melonjak secara signifikan. Sebagaimana yang dilaporkan oleh BloombergNEF, 10 persen kendaraan yang akan terjual di tahun 2025 merupakan kendaraan listrik, bahkan angka tersebut akan meningkat 28 persen dan 58 persen masing-masing pada tahun 2030 dan 2040. Saat ini saja, sudah tercatat 3 persen kendaraan di dunia merupakan kendaraan listrik. Lebih lanjut BloombergNEF memprediksi akan ada 500 juta kendaraan listrik yang mengaspal di jalan raya pada tahun 2040.

Dengan baterai sebagai komponen utama kendaraan/mobil listrik, penguasaan teknologi dan peluang investasi ini tentu saja tidak dapat dibiarkan begitu saja. Pemerintah bergerak cepat. Investasi bernilai puluhan/raturan milyar dolar diburu. Nota kesepahaman (MOU) untuk investasi bahkan sudah ditandatangani oleh pemerintah dengan dua raksasa penyedia teknologi energi dunia, LG Energy Solution dan China's Contemporary Amperex Technology (CATL). Bahkan, Tesla dan BASF dari Jerman juga sudah menyatakan ketertarikannya untuk menginvestasikan uang mereka di industri baterai listrik di Indonesia. Menariknya, adanya kewajiban yang dibebankan kepada investor untuk melakukan integrasi terhadap seluruh proses dari hulu hingga hilir dipastikan akan meningkatkan nilai tambah yang besar bagi industri energi baru dan terbarukan. Dengan strategi jitu ini Indonesia diharapkan akan menjadi pemain kunci dalam rantai pasok dunia untuk industri baterai kendaraan listrik, dimana komponen baterai sendiri memegang hampir 40 persen dari total biaya untuk kendaraan listrik.

Dan berkah yang diterima oleh Indonesia tidak berhenti di situ aja. Nikel, sebagai bahan utama pembuat baterai listrik, ternyata jumlahnya melimpah di dalam perut ibu pertiwi. Dengan nikel sebagai bahan utama baterai, Indonesia sebagai penghasil utama nikel dunia juga menunjukkan kenaikan yang signifikan dalam jumlah produksi. Produksi penambangan nikel di Indonesia naik dari 130 ribu metrik ton di tahun 2015, menjadi 800 ribu metrik ton di tahun 2019. Hingga Juli 2020, total neraca sumber daya bijih nikel Indonesia mencapai 11,88 miliar ton dengan total sumber daya logam nikel sebesar 174 juta ton (Sumber: Badan Geologi). Lebih membanggakan lagi, di pasar dunia Indonesia sudah menjadi juara dalam urusan produksi nikel dunia. Sejak 2019, kita sudah menguasai 37.2 persen pasar dunia, mengalahkan Zimbabwe (16 persen) dan Philipina (13 persen).

Dengan begitu besarnya potensi dan nilai tambah yang akan di hasilkan dari industri baterai untuk kendaraan/mobil listrik,  tentu ada beberapa tantangan yang mesti kita siapkan dan hadapi sehingga potensi besar ini dapat kita manfaatkan semaksimal mungkin untuk kemakmuran bangsa.

 

Kesiapan sumber daya manusia.

Besarnya nilai investasi yang terlibat, ketersediaan sumberdaya manusia yang kapabel di bidang teknologi baterai adalah sebuah keharusan. Tantangan terhadap kemajuan teknologi baterai ini sudah pernah disampaikan oleh para peneliti dari The University of California, San Diego yang dipublish di Nature Nanotechnology. Mereka mencatat beberapa hal penting dalam pengembangan teknologi baterai listrik, diantaranya kestabilan proses secara kimia, keberlanjutan proses pembuatan (sustainable manufacturing process) dan kemampuan untuk daur ulang (recycleability). Kesiapan sumberdaya manusia yang mumpuni ini menjadi penting jika kita tidak ingin hanya menjadi 'pesuruh' dari investor pembawa teknologi. Adanya 'transfer of knowledge' sudah semestinya menjadi prasyarat di dalam bisnis ini. Kemampuan untuk berinovasi, fleksibel dan berorientasi ke masa depan akan menjadi kunci dalam pengembangan teknologi baterai yang masih berkembang dan terus berinovasi. Para pengembang baterai di Eropa, sebagaimana yang dilaporkan oleh EETimes Europe (2020), mulai mengadopsi konsep kecerdasan buatan dan robot pintar dalam pengembangan teknologi baterai yang lebih efisien dengan laju produksi yang berkelanjutan. Kemampuan di bidang elektronika, material, manufaktur khususnya komponen baterai dan elektronik akan menjadi kebutuhan dasar yang mesti disiapkan pihak terkait seperti perguruan tinggi dan lembaga riset.

 

Limbah baterai

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline