Lihat ke Halaman Asli

Tunjungs

Swasta

Ritual "Membilas" Tubuh dan Pikiran dengan Sound Bathing

Diperbarui: 22 Januari 2024   13:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

Baru kali pertama mendengar istilah Sound Bathing? Kamu tidak sendirian, saya juga baru mengenal istilah ini di saat mengikuti sesi Sound Healing Journey berapa waktu yang lalu.

Sumber suara yang digunakan sesi kali ini ada beberapa jenis, bukan hanya Singing Bowl yang kemarin ini heboh saat dipertontonkan oleh Mbak Rara di event MotoGP untuk menghalau hujan, tapi juga ada semacam alat tiup, alat pukul, gesek dan alat lain yang mampu mengeluarkan suara menyerupai suara alam seperti ombak, hujan atau angin.

dokumen pribadi

Awal sesi coach akan bertanya apakah peserta memiliki gangguan kesehatan mental atau fisik, apa tujuan mengikuti sesi ini dan harapan setelah menyelesaikannya. Lalu hanya  menjelaskan urutan kegiatan selama sesi berlangsung beserta filosofinya. Lama saya memikirkan hal ini, sepertinya pertanyaan-pertanyaan itu memang bukan untuk dijawab oleh coach, tetapi oleh kita sendiri yaitu apa yang sebenarnya kita inginkan dalam hidup, dan bagaimana. Tapi kita sering terdistraksi dan tersita waktu oleh perasaan dan pikiran negatif saja.

Sebagai pembuka adalah sesi napas. Peserta diajarkan bernapas teratur sesuai hitungan, kemudian melambatkannya perlahan sambil memusatkan pikiran pada proses napas itu sendiri. Ketika pikiran saya terpusat pada napas, saya seperti bisa merasakan aliran darah merambat mulai dari arah jantung di dada kiri, menuju pembuluh darah besar di leher lalu menjalar ke seluruh tubuh hingga ujung jari-jari tangan dan kaki.

Terdapat 4 titik besar yang bergantian menjadi pusat sentuhan bersamaan dengan sesi napas tadi yaitu dahi, tengkuk leher, tengah dada dan pusar. Masing-masing titik menjadi simbol kehidupan manusia dimana kita berpikir, bernapas, berperasaan, dan mengolah makanan. 

Sesi ini mengingatkan saya untuk berterima kasih pada diri saya sendiri, karena telah membawa sejauh ini dengan segala pencapaian dan kondisi yang baik. 

Selama ini saya terlewat bahwa pikiran ini telah memberi saya "kehidupan" lewat penghasilan dari hasil kerjanya. Kemudian pada napas yang setiap detiknya menjaga tubuh fisik ini dapat terus hidup. 

Lalu perasaan yang tanpanya saya tidak akan merasakan bahagia atau sedih yang saya butuhkan untuk seimbang. Tidak lupa pada pusar dan semua organ dalam perut, tempat pertama kali saya "makan" dari rahim ibu dan mesin penghasil energi saya hingga saat ini.

Di sela sentuhan 4 titik tadi peserta juga diingatkan melalui afirmasi bagaimana semesta ini telah menyediakan semua yang dibutuhkan. Saya dibuat percaya bahwa diri ini sangat berharga, sungguh dicintai dan penuh kemampuan baik dalam menghadapi semua kesulitan kelak.

dokumen pribadi

Mungkin terbayang sesi yang cliche saja ya, hingga datang sesi Sound Bathing. Peserta diminta untuk rebah bebas di atas matras, senyamannya saja tanpa ada aturan tertentu. 

Di sini saya pakai penutup mata, walau tanpanya mungkin saya bisa saja tertidur karena ruangan sudah temaram, sejuk dan harum merebak di seluruh penjuru ruangan.

Ritual dibuka dengan Tingsha, dilanjut dengan alunan lembut beraneka ukuran Singing Bowls yang dipukul dan digerakan hingga mengeluarkan aneka getaran suara mulai dari lembut hingga menghentak, namun anehnya terasa nikmat untuk didengar. 

Dalam mata  terpejam, pikiran saya mulai menerawang sendiri tanpa diminta. Seperti ada gumpalan awan hitam bergumul-gumul memenuhi pandangan saya, bergerak-gerak lalu entah kapan tepatnya semua hilang begitu saja. Kosong. Saya tidak ingat lagi apa yang ada dalam pikiran saya. 

Dalam kekosongan itu saya hanya mendengar alunan bermacam suara sahut menyahut, dalam dan dangkal, berkeliling hingga getarannya menjalar ke seluruh tubuh. 

Sesekali ada suara ombak yang lewat, membuat saya merasa sedang mengambang di laut. Menyusul suara seperti suara angin dan rintik hujan, semua terdengar riuh tapi terasa teduh sekali. Sekali lagi, pikiran saya seperti kosong, saya hanya menerima dan menikmati semua sensasi itu.

Kira-kira sepertiga terakhir sesi, ada Singing Bowl ukuran sedang yang diletakkan tepat di atas pusar saya lalu dipukul lembut. Di tengah semua keriuhan di luar, getaran dari bowl tadi seperti menyelaraskan isi tubuh saya dengan semua suara yang ada. 

Rasanya menyenangkan sekali. Tubuh ini seperti ikut menari sejalan dengan alunan suara yang riuh namun nyaman itu. Mungkin terdengar berlebihan, tapi saya tidak bisa menemukan metafora lain untuk menggambarkan apa yang dirasa saat itu.

Hingga akhirnya sesi harus berakhir, suara yang riuh tadi satu persatu melambat lalu berpendar, hilang. Ditutup kembali dengan suara Tingsha. Tingsha menjadi simbol jalan menuju pencerahan, sejalan dengan filosofi semua ritual yang dijalani tadi yaitu dapat melepas "sumbatan" dalam tubuh, juga mengganti energi lama dan negatif menjadi energi baru yang positif, yang akan membawa kemudahan hingga solusi dari semua permasalahan yang dihadapi.

Bila ditanya, apa yang saya rasakan langsung setelah menjalani ritual Sound Bathing saya tidak bisa menjelaskannya secara gamblang. Saya hanya merasa perlahan kepercayaan terhadap diri saya sendiri semakin menguat, seperti lebih siap menerima yang akan terjadi di masa depan dengan harapan yang positif.

dokumen pribadi

Kalau ingin dijelaskan secara ilmu, mengingat komposisi tubuh kita mulai dari otak dan semua organ di dalamnya 60%-80% adalah air, maka menjadi masuk akal jika ritual getaran suara yang dilakukan secara rutin dan dan jangka panjang dapat memberikan efek tertentu terhadap tubuh. 

Hingga beberapa jurnal yang saya baca juga memberikan kesimpulan yang positif mengenai bagaimana getaran suara dapat dijadikan terapi alternatif dalam beberapa kondisi kesehatan baik fisik maupun mental.

Jelas saya ingin mengulang lagi ritual ini, karena memang iya begitu menyenangkan. Bagaimana pendapat kamu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline