Tirto Adhi Soerjo adalah sosok yang tidak dapat dilepaskan dari sejarah pers dan perjuangan nasional Indonesia.
Sebagai seorang jurnalis, ia bukan sekadar penyampai berita, tetapi juga seorang pemikir dan pejuang yang menjadikan media sebagai alat perlawanan terhadap ketidakadilan kolonial.
Pengabdiannya dalam dunia jurnalistik serta pengorbanannya dalam memperjuangkan hak-hak pribumi menjadikannya sebagai Bapak Pers Nasional dan akhirnya dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2006 oleh pemerintah Indonesia.
Lahir pada tahun 1880 di Blora, Jawa Tengah, Tirto Adhi Soerjo tumbuh dalam lingkungan yang memungkinkan dirinya mendapatkan pendidikan formal yang baik.
Ia menempuh pendidikan di STOVIA, sekolah kedokteran untuk pribumi, meskipun tidak menyelesaikannya.
Namun, meskipun tidak menjadi dokter, ia memiliki kecintaan terhadap dunia tulis-menulis dan memilih jalur jurnalistik sebagai alat perjuangan untuk mengangkat derajat rakyat pribumi yang saat itu tertindas oleh sistem kolonialisme Belanda.
Tirto Adhi Soerjo mendirikan surat kabar "Medan Prijaji" pada tahun 1907, yang menjadi surat kabar pertama di Indonesia yang dimiliki dan dikelola oleh seorang pribumi.
Dalam konteks sejarah pers nasional, "Medan Prijaji" bukan sekadar media informasi, tetapi juga alat perjuangan. Surat kabar ini menyoroti ketidakadilan yang dialami pribumi akibat eksploitasi kolonial dan kebijakan diskriminatif pemerintah Hindia Belanda.
Artikel-artikel yang ditulisnya tajam dan kritis terhadap pemerintah kolonial, menuntut keadilan sosial dan hak-hak pribumi yang sering kali diabaikan.
Namun, perjuangan melalui pers tidaklah mudah. Karena sikapnya yang vokal dan kritik tajam yang ia sampaikan melalui "Medan Prijaji", Tirto Adhi Soerjo beberapa kali mengalami tekanan dari pemerintah kolonial.