Lihat ke Halaman Asli

TUN SAMUDRA

Laki-Laki

KPK Akan Bubar?

Diperbarui: 11 Februari 2017   12:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber:KreditGoGo

KPK Mungkin akan bubar jika tidak ada lagi orang yang melakukan korupsi, namun saat ini persoalannya lain, andaikan pesepak bola, KPK kini sedang berada di masa-masa ke emasannya. yang telah mengukir banyak prestasi karena orang-orang yang katanya merasa terzolimi. Padahal ada ungkapan “Berpikirlah sebelum mengambil tindakan” itu maksudnya karena manusia adalah makhluk paling mulia yang diberikan keistimewaan lebih yang tidak dimiliki makhluk hidup lainnya yakni Akal. Sudah semestinya kita memanfaatkan akal kita minimal untuk tidak ceroboh yang dapat berakibat merugikan diri sendiri bahkan orang lain.

Melihat pejabat atau mantan pejabat Negara yang tertangkap oleh KPK sepertinya hal tersebut bukan suatu yang tidak biasa lagi, malahan seperti ada yang kurang jika di layar Televisi kita tidak dihidangkan dengan pemberitaan mengenai Korupsi, Korupsi itu banyak subjeknya karena rakyat tanpa jabatan pun ada yang korupsi , misal: jika kita membeli beras/sagu/tomat/ikan dll di Pasar atau pun di luar Pasar dimana timbangannya dimanipulasi sehingga kita membayar untuk 3 Kg padahal yang kita terima hanya 2/5 Kg.    Namun yang sering kita lihat di TV hanyalah sebagaian kecil tapi rata-rata mereka yang mempunyai kedudukan stratgis dalam pemerintahan.

Ada satu hal yang sangat menyesakan dada yaitu fakta bahwa  semakin hari KPK semakin memaksimalkan kinerjanya, seharusnya jika menggunakan akal sehat, logika bahkan kecerdasan, mestinya di Era KPK saat ini Korupsi harus dihindari bahkan peluang Korupsi mestinya jauhi,  karena KPK semakin hari semakin berbenah, mulai dari majamenen Kelembagaan ,strategi penyadapan hingga akurasi suatu informasi yang diperoleh.  Mestinya melihat Kinerja KPK yang sekarang, seseorang akan dapat mengurungkan niatnya untunk melakukan hal-hal yang berbau Korupsi.

Korupsi dan Pendidikan

Jika kita melihat dengan menutup satu mata, mungkin tidak ada kaitannya antara Korupsi dan Pendidikan. Padahal sebenarnya Pendidikanlah yang menentukan segalanya tak terkecuali Korupsi, baik Pendidikan dalam lingkup keluarga, Pendidikan luar sekolah, pendidikan di dalam sekolah dan masih banyak model pendidikan lainnya.

Ada suatu Falsafah hidup yang sangat melekat di imajinasi dimasyarakat luas tetapi jarang diimplementasikan di dalam kehidupan sehari hari. Falsafah itu berbunyi  “Ilmu tanpa Moral hanyalah keserakahan”. Saya yakin falsafah ini sudah banyak yang mengetahuinya dan mempercayainya tapi sayang sangat sulit bagi kita untuk mengimplementasikannya.

Berat rasanya ketika kita dihadapkan dengan suatu dilematis kehidupan, disatu sisi kita ingin membangkitkan ekonomi keluarga, namun di satu sisi kita tahu bahwa hal itu dapat terwujud namun dengan bermain (korup), kadang kadang kita dihadapkan juga dengan suatu dilema lain yang hampir serupa, seperti ketika kita dihadapkan dengan suatu kesempatan besar untuk mendapatkan gaji berkali kali lipat, misalnya/contoh, jika kita  bekerja di perusahaan pembiayaan dengan jaminan BPKB motor,  memungkinkan kita memanipulasi suatu laporan, motor yang tidak hilang namun dilaporkan hilang, padahal kita sadar perbuatan itu adalah kategori Korup, namun disatu sisi kita mempunyai anak dan istri yang kebutuhannya semakin meningkat dan gaji yang kita dapat tidak cukup membendung dengan semakin mahalnya kebutuhan setiap harinya. Dan yang sangat mencengangkan ketika kita melakukan korup dengan setengah hati  artinya korup terjadi setelah terjadi drama pertempuran hati yang sangat menegangkan dimana Hati nurani dan nafsu saling berlomba-lomba untuk menang. Seperti persaingan Valentino Rosi dan Lorenso di 50 meter sebelum garis finis.  Namun apalah artinya sebuah alasan,  Korupsi tetap Korupsi yang menurut hukum positif tetap salah. Seperti kasus seorang nenek yang mencuri 1 biji Kakao pun tetap di hukum karena menurut hukum itu salah.

Sehingga mungkin ada korelasinya antara judul tulisan ini sekaligus pertanyaan dengan contoh yang di ulas di atas, bahwa JIKAILMU ADALAH POHON, MORAL ADALAH DAUN, APAKAH KORUPSI ADALAH BUAHNYA ?

Menurut Prof. Musni Umar, Phd, dalam buku nya yang berjudul “Korupsi di Era Demokrasi”, mengkategorikan Korupsi dalam 3 jenis:

Pertama, Corruption by need. Korupsi jenis ini dilakukan rakyat jelata, misalnya menerima suap) dari calon anggota parlemen dalam pemilihan umum untuk memilih anggota parlemen di semua tingkatan supaya memilih yang bersangkutan. Jenis korupsi lain yang dilakukan rakyat jelata adalah menerima suap dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dari tim sukses calon bupati/calon wakil bupati, calon walikota/calon wakil walikota, calon gubernur/calon wakil gubernur. Termasuk menerima suap dalam rangka pemilihan Presiden/Wakil Presiden dari tim sukses calon Presiden/calon wakil presiden. Suap diberikan dalam bentuk uang dan sembako (Sembilan bahan pokok) atau salah satunya diterima rakyat jelata yang miskin, kurang ilmu dan marjinal. Korupsi semacam itu dikategorikan sebagai korupsi untuk memenuhi kebutuhan (corrupton by need). Selain itu, corruption by need dilakukan pula pegawai rendah di berbagai instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, serta di swasta.

Kedua, corruption by greed. Korupsi semacam itu karena serakah (greed), sudah mempunyai income yang memadai, tetapi tetap korupsi. Pada umumnya dilakukan oleh mereka yang sudah mempunyai kedudukan yang tinggi dengan gaji (income) yang besar, tetapi korupsi tetap dilakukan. Corruption by greed dilakukan oleh para anggota parlemen, pimpinan eksekutif dan yudikatif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline