Lihat ke Halaman Asli

Penjinak Bom Waktu Obligasi

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi dan Prabowo itu berbeda. Demikian juga antara Hatta dan Kalla. Latar belakang dan tendensi kebijakan mereka juga berbeda. Dalam ranah fundamental, mazab perekonomian keduanya sangat terasa berbeda, yang hanya bisa terdeteksi dari respon pasar terhadap paparan program ekonomi kedua figur pasangan capres-wapres RI ini. Dalam konteks disiplin ekonomi, para pejabat negara, praktisi, dan analis yang berjam terbang tinggi pasti dapat merasakan perbedaan ini. Secara umum, apa kaitan dinamika pasar obligasi dengan pemimpin RI terpilih periode 2014-2019? Ada dan signifikan.

Program ekonomi Prabowo-Hatta cenderung menyuburkan surat utang (obligasi) pemerintah seperti yang telah berlangsung selama belasan tahun terakhir. Berbeda dengan tendensi kebijakan Jokowi-JK, sangat berpotensi meningkatkan peran lembaga/perusahaan hingga ke level tingkat daerah dalam program pembiayaan proyek, infrastruktur serta investasi. Program ekonomi Prabowo-Hatta berpotensi memperbesar volume obligasi pemerintah. Program ekonomi Jokowi-Kalla berpotensi mengurangi jurang ketimpangan antara pertumbuhan obligasi pemerintah versus obligasi perusahaan.

Outlook Jangka Pendek

Jika pihak yang kalah dalam pilpres nanti tidak marah-marah, maka stabilitas tetap terjaga walau pertumbuhan ekonomi masih akan tetap melambat hingga kuartal III-2014. Jika pilpres rusuh, Rupiah akan terjerembab melewati IDR 13.000 per USD. Jika pilpres ribut, yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun akan berpeluang besar melampaui figur 9.00%.

Outlook Jangka Menengah

Program ekonomi Prabowo-Hatta itu sentralistik kelembagaan. Selama 10 tahun belakangan, kebijakan dan tindakan pemerintah dalam ranah pengembangan kelembagaan serta pengadaan infrastruktur sangat massif dan berbiaya sangat tinggi. Sementara kebijakan di sektor pendidikan dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia(SDM) kurang mendapatkan perhatian khusus dan tidak memperoleh pemerataan serta kemajuan yang berarti. Selain itu, terjadi jurang persepsi yang lebar antara best practice pelaku pasar di tingkat pusat versus tingkat daerah. Ini praktek klise ekonomi biaya tinggi. Akibatnya, pengeluaran pemerintah semakin membubung dengan tingkat efektivitas yang rendah. Jika pola kebijakan ini terus berlanjut, maka defisit anggaran berpotensi membengkak dan emisi obligasi pemerintah bakal semakin massif untuk menutup defisit anggaran. Ini bom waktu obligasi.

Ini tantangan utama pasar modal Indonesia bagi Presiden-Wapres RI periode 2014-2019. Tantangan ini hanya dapat teratasi melalui penerapan program strategis yang memberdayakan setiap elemen di nusantara. Indonesia sangat membutuhkan penjinak bom waktu obligasi. Ini kemampuan Jokowi-JK.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline