Lihat ke Halaman Asli

Benarkah Pemilu 2024 Terburuk Pasca-Reformasi?

Diperbarui: 11 Februari 2024   15:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh surat suara pemilu yang rusak (Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/Spt)

Sembilan hari menjelang pemilihan presiden dan legislatif 2024, Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi kepada Ketua dan anggota KPU RI dalam proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Sanksi yang dijatuhkan berupa peringatan keras terakhir.
"Memutuskan, mengabulkan pengaduan para pengadu untuk sebagian. Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan di Gedung DKPP, Senin, 5 Februari 2024.

Sebelum keputusan dari DKPP ini, Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga memberikan sanksi kepada Ketua MK Anwar Usman dan mencopotnya dari jabatan Ketua MK Anwar Usman dianggap melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Tercatat ada 5 prinsip kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang dilanggar. Pertama, prinsip ketidakberpihakan. Kedua, integritas. Ketiga, kecakapan dan keseksamaan. Keempat, independensi. Kelima, kepantasan dan kesopanan.

Lagi-lagi, sanksi yang diberikan kepada Anwar Usman juga terkait perkara yang sama dengan keputusan DKPP terhadap Hasyim As'ari, yaitu masalah pendaftaran calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Ilustrasi Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (Sumber: TEMPO/Imam Yunni)

Anwar dianggap melanggar etik dan terlibat dalam konflik kepentingan saat memutuskan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres. Faktanya, Anwar Usman adalah paman dari Gibran, karena ia menikah dengan adik Joko Widodo yang merupakan ayah dari Gibran.

Keputusan tersebut tentu saja melanggar kode etik hakim. Dalam Peraturan Bersama MA dan KY, ada beberapa pasal dan ayat yang menyebutkan bahwa hakim dilarang menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi dan keluarga, seperti di bawah ini:

Pasal 7 ayat (3) huruf c
Hakim dilarang menggunakan wibawa pengadilan untuk kepentingan pribadi, keluarga atau pihak ketiga lainnya.

Pasal 9 ayat (5) huruf a
Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan, atau hubungan-hubungan lain yang beralasan (reasonable) patut diduga mengandung konflik kepentingan.

Dalam dua aturan di atas, sudah jelas bahwa Anwar Usman telah bersalah, karena memutus perkara yang melibatkan keluarga sendiri, yaitu keponakannya. Anehnya lagi, Anwar Usman sempat tidak terima dan tidak mau mundur dari jabatannya sebagai Ketua MK. Padahal sebelumnya dia pernah mengatakan bahwa jabatan adalah titipan Allah. Benar memang pepatah yang menyebutkan, sekali berbohong, orang akan terus melakukan kebohongan. Sekali berbuat curang, orang akan terus berbuat curang.

Melihat pelanggaran-pelanggaran etik terkait pemilu 2024, khususnya berkaitan dengan sosok Gibran Rakabuming yang merupakan anak dari Presiden Joko Widodo, wajar bila banyak pihak menyangsikan pemilu ini akan berjalan jujur dan adil. Bahkan beberapa pihak menyatakan bahwa pemilu 2024, khususnya terkait pilpres, adalah pemilu terburuk pasca reformasi. Sebab, terjadi banyak pelanggaran etik dilakukan oleh penyelenggara negara yang terkait pemilu, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Melihat fakta-fakta tersebut, kita semua harus ikut mengawal pemilu agar bisa berlangsung lebih baik. Khususnya penyelenggaraan di hari pemungutan suara. Terlibat menjadi saksi dan mengawal pemilu wajib dilakukan sebagai bentuk jihad politik untuk Indonesia yang lebih baik di masa depan.[]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline