Lihat ke Halaman Asli

Satria Pinayungan, Dokumenter Joglo Bersejarah dari Pesantren Tertua di Nusantara

Diperbarui: 11 Oktober 2023   10:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: web.facebook.com/ndalemlerem

 Oleh: KRT Purbonagoro (Budayawan dan Pemerhati Isu Publik)

Sebuah film dokumenter berjudul Satria Pinayungan dirilis oleh Ndalem Lerem pada 10 Oktober 2023. Film dokumenter ini bercerita mengenai perjalanan sebuah joglo tua berjenis Satria Pinayungan Lambang Gantung.

Joglo ini awalnya berdiri di daerah Ponorogo, Jawa Timur sekitar tahun 1742. Joglo ini menjadi tempat tinggal Kiai Muhammad Besari atau biasa disebut Ki Ageng Besari. Beliau adalah pendiri pesantren Gebang Tinatar. Salah satu pesantren tertua di Nusantara dan cikal bakal pesantren-pesantren besar di Indonesia saat ini.

Pesantren Gebang Tinatar, berdasar catatan sejarah, dianggap sebagai pesantren tertua di Nusantara. Pesantren inilah yang menerapkan pola mondok dan nyantri yang sekarang ini diadopsi pondok pesantren di Indonesia saat ini.

Menariknya, joglo ini pernah menjadi tempat belajar tokoh-tokoh besar bangsa. Beberapa tokoh yang pernah belajar di pesantren ini adalah Pangeran Diponegoro, Ronggowarsito, dan Cokroaminoto. Tak heran, saat Perang Jawa, pondok pesantren ini memberikan dukungan kepada Pangeran Diponegoro.

Joglo ini, bukan hanya menjadi tempat tinggal Ki Ageng Besari dan tempat mengaji. Joglo Satria Pinayungan ini juga menjadi pusat solusi bagi permasalahan masyarakat, khususnya di Ponorogo. Hal tersebut disampaikan oleh arsitek Adi Purnomo.

Joglo jenis Satria Pinayungan, sebenarnya hanya boleh dimiliki oleh keluarga Kasunanan Surakarta. Lantas, bagaimana joglo tersebut bisa sampai ke Ponorogo? Ternyata joglo tersebut menjadi hadiah dari Pakubuwono II yang pernah meminta perlindungan kepada Ki Ageng Besari saat terjadi pemberontakan Mas Garendi.

Setelah meminta doa dari Ki Ageng Besari, Pakubuwono II kembali ke Surakarta untuk merebut kembali tahtanya dan berhasil. Sebagai bentuk terima kasih, Pakubuwono II memberikan hadiah kepada Ki Ageng besari berupa Joglo Satria Pinayungan dan status tanah perdikan di Tegalsari.

Sayangnya, setelah beberapa generasi, joglo ini sempat kosong dan terbengkalai selama puluhan tahun. Satu per satu kayunya mulai keropos dimakan usia. Genting-gentingnya mulai rontok. Kayu-kayu yang tak terlindungi genting membuat kayu-kayu joglo terpapar hujan, panas, dan cuaca ekstrem.

Tahun 2008, joglo ini akhirnya dirobohkan, karena dianggap sudah tidak mungkin diperbaiki, lalu dijual ke pengepul kayu bekas. Padahal, joglo ini memiliki nilai sejarah yang luar biasa. Oleh sang pengepul, kayu bekas joglo tersebut juga akan dijual dalam bentuk ketengan sebagai kayu bekas.

Beruntung, joglo ini ditemukan oleh Danang Anggoro Mukti, seorang ahli joglo asal Jogja. Danang kemudian melakukan restorasi dan rekonstruksi di workshop-nya di Jogja. Saat sedang melakukan restorasi inilah Danang mendapat telepon dari sahabat sekolahnya, Anies Baswedan. Anies menanyakan, apakah Danang memiliki referensi joglo untuk rumahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline