Saban hari perjanjian dengan Illahi ditepati, pula ketika seseorang mencium aroma pertama bumi, saat itu sebuah tangis memecah suasana membuyar ke segala arah juga sudut-sudut ruangan hingga ke daun pintu jendela, kerabat keluarga yang hadir mengucap syukur dan berkata "Alhamdulillah, akhirnya si kecil tiba," terlebih kedua sosok yang mendarah daging darinya, papa dan bunda.
Suara tangisan itu mungkin berisik bagi telinga asing yang kebetulan melintas dingin tetapi bagi papa dan bunda itu adalah suara paling merdu sedunia, meski melengking-lengking tetapi nyaman di telinga tanpa terdengar bising yang membuat pusing, bahkan Ketika itu pula haru bahagia tercipta dengan segala perangainya dari si kecil mungil buah hati papa dan bunda.
Sekitar 20-an tahun yang lalu, tepat pada tanggal 03 April. Si kecil mungil lahir dari rahim seorang bunda dan kini ia sudah tumbuh besar dan semakin cantik pula, senyum dan parasnya khas titisan dari Aceh bagian selatan, semangatnya juga tak kalah dengan seorang perempuan pejuang Aceh dulu yakni pada 110 tahun yang lalu, Cut Nyak Dhien.
Sebagaimana yang dinyatakan seorang penulis asal Jerman dalam bukunya "Cut Nyak Dhien, perempuan terkuat se-Asia." dengan kalimat yang caplukan dalam perjuangan "Perempuan Aceh pantang meneteskan air mata ketika berjuang" dan juga kalimatnya yang teramat mendalam oleh Istri Teuku Umar itu "Kami memang pernah hancur tetapi tidak ada kata menyerah."
Begitulah slogan untuk perempuan Aceh yang dicetus pada masanya. Dan itu terlihat pada seorang perempuan kelahiran pantai Selatan bulan Jumadil akhir ini, dalam setiap langkah ia selalu mengobarkan semangat tak pernah patah dalam menelan kepahitan menghadapi segala rintangan hidup yang diberikan Tuhan-pun ia selalu bahagia, riang dan penuh warna ketika bertutur-sapa di mana pun berada dan dengan siapapun bertatap muka.
Dan bahagianya, hari ini di tanggal 3 April, hari ia dilahirkan tercium lagi, usianya pun telah beranjak semakin dewasa tentunya semangatnya juga tak kalah dari sebelumnya.
Namanya Ria Afrida, perempuan pantai Selatan, ia sering ku panggil "nduk" sebutan perempuan orang Jawa, tak tahu kenapa, cuma nyaman saja dengan itu.
Dan... Pada tanggal 03 April ini, aku hanya ingin berucap sedikit. "Ri... Untukmu," Barakallahu Fii Umri, selamat menempuh usia tambahan baru. Semoga semakin baik hari kedepannya. Makin shaleha, makin semangat menaklukkan dunia tanpa lupa akhirat pula, selagi sempat maka melangkahlah namun jangan lupa setiap memulainya dengan "Bismillah" agar segalanya menjadi berkah dan bernilai ibadah.
Maafkan diri tak mampu berucap banyak, tak pula mampu merangkai kata indah, tidak seperti orang-orang terdekat mu di sehari-hari maupun yang ada di hati.
Yang pastinya aku hanya sahabat di separuh hari yang bertemu hanya beberapa kali. Tetapi itu terasa nyaman, seorang perempuan pantai Selatan yang paling akrab yang pernah ku temui itu adalah kamu yang juga di juluki sebagai Bunga Selatan oleh rakan-rakan. meski sekali dua-kali bertemu sudah terasa sehari-hari ada banyak kamu, di sini, di sana, selalu Ria Afrida. Dan itu pula yang membawa diri bahagia...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H