Lihat ke Halaman Asli

Catatan Cinta di Arus Mudik

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

catatan imajiner mudiknya para legenda ,terinspirasi status jeng Sus S.Hardjono

(1)

" Jongrang, meski tak lengkap penuhi pintamu. Meski engkau telah  campakan aku. Semua yang telah terjadi itu tak pernah sungguh memusnahkan cintaku !"kata Bandung Bondowoso sambil bersiap mudik. Sama sekali tak ada maksud Bandung Bondowoso merayu Jonggrang. Dia hanya berusaha jujur mengungkapkan perasaan yang ada dalam hatinya.

Jonggrang memicingkan mata kirinya sambil tersenyum. Diam-diam iba juga memperhatikan tingkah Bandung Bondowoso. Lelaki perkasa dan perwira itu  ternyata masih tetap mencintainya. Padahal Jonggrang sadar bahwa perilakunya selama ini sengaja agar Bandung sakit hatinya. Sungguh sulit menemukan lelaki dengan cinta sehebat cintanya. Jonggrang merasa melayang dan mau tak mau harus ikut  Bandung Bondowoso mudik ke kampungnya. Kereta kencana sudah disiapkan. Kondisinya indah, bersih dan terkesan mewah . Delapan ekor kuda yang tangguh menjadi penariknya. Lalu alasan apalagi yang Jonggrang miliki untuk tidak menerima ketulusan hati Bandung Bondowoso? Semoga acara mudik tahun ini menjadi awal baginya untuk mulai menerima dengan tulus kehadiran Bandung di dalam kehidupannya. Jonggrang mulai yakin cintanya akan mulai bersemi bersama acara mudik tahun ini.

(2)

"Mudiklah ke hatiku Ken Dedes !" ujar Ken Arok  sambil bersiap packing semua perbekalan. Dedes memerah pipinya. Mana mungkin dirinya bisa menolak pinta Arok, meski kadang rasa bersalah selalu ada dalam lubuk hatinya. Rasa salah karena rasa cintanya pada Arok telah menyebabkan dirinya harus mengkhianati Sang Tunggul Ametung. Namun demikianlah cinta, selalu bisa merayap, merembes,bahkan  menembus dinding yang kedap air sekaipun. Demikan sebuah simpulan tentang cinta yang pernah Dedes yakini. Dedes membaca hal itu saat masih remaja, dari sebuah buku bersampul kuning cerita spionase Nick Carter, Dedes lupa judulnya. Adapaun alur cerita spionase di buku bersampul kuning itu tak terlalu penting bagi Dedes dan Arok. Hasil yang paling berkesan bagi mereka adalah bagaimana cinta di definisikan dan bagaimana tokoh di cerita itu melakukan adegan percintaan. Sangat menginspirasi bagi Dedes dan Arok hingga saat ini. Maka hampir setiap waktu Dedes dan Arok selalu ingin mudik bersama. Mudik kembali ke ruang dan waktu yang telah mereka lewati di masa lalu. " Aku selalu ingin mudik ke hatimu, Ken Arok," jawab Dedes sambil mengerlingkan mata penuh manja. Keinginan hatinya unutk menyadarkan kepala di dada lelaki yang di cintainya itu menderu berpacu dengan suara roda kereta. Mereka tak peduli penumpang yang antri berjejalan di stasiun kereta tua itu. Mereka hanya merasa berdua.

(3)

“Jika acara mudikmu selesai, kabari aku ya. Aku akan datang bersilaturahmi ke rumahmu. Ingin berkenalan dengan suamimu,” demikian sebuah pesan singkat yang dikirim oleh Raden Samba kepada Mantili. Dewi Mantili hanya tersenyum dan tak terlalu peduli dengan sms dari Raden Samba. Pendekar yang menguasai ilmu lurus bumi itu memang masih sering kirim pesan pendek dan sampai saat ini belum pernah berkenalan dengan Patih Gotawa, suami yang sangat mencintai dirinya. Dan Mantili segera sibuk menyiapkan perayaan lebaran di Madangkara bersama keluarga istana.Tahun ini baginda Brama Kumbara akan menggelar silaturahmi di alun-alun kota raja. Mantili sudah tak peduli lagi dengan sms dari Raden Samba. Hidupnya sudah sangat bahagia bersama Patih Gotawa. Apalagi saat-saat seperti ini berkumpul pula bersama kakaknya pendekar dan raja terkenal Brama Kumbara beserta seluruh warga ibukota Madangkara.

(4)

“ Kita akan bertemu bersama di desa Ngurawan. Aku akan datang bersama Sakawuni. Engkau datanglah bersama kangmas Arya Dwipangga,” pesan BBM itu di terima oleh Meisin dengan hati tersayat-sayat. Arya Kamandanu , ipar yang dulu pernah menjadi kekasihnya itu tak pernah tahu bahwa kondisi Arya Dwipangga sekarang ini tak memungkinkan untuk mudik. Selain bangkrut secara ekonomi, Pendekar Syair Berdarah itu sekarang sudah tua, lemah dan sakit-sakitan. Meisin menangis sendiri di hari-hari tuanya dan hanya mengharap kedatangan Ayu Wandira di lebaran tahun ini datang kepadanya, sekedar menemani makan kupat opor bersama.

(5)

Sambil memeluk penuh manja, di atas kuda berwarna hitam yang gagah dan sangat kuat, berbisiklah Rara Mendut  penuh perasaan." Pronocitro, melakukan perjalanan bersamamu,adalah hal yang terindah dalam hidupku ! Kemanapun engkau akan membawaku pergi aku akan ikut."Pronocitro mengangguk dan tersenyum. Matanya berbinar penuh semangat dan memancarkan daya hidup yang bergelora.Cinta mereka telah membuat mereka mampu mengatasi segala kesulitan. Segala rintang  yang mungkin timbul dalam perjalanan kehidupan terasa indah. Memang sangat banyak kesulitan bagi mereka mewujudkan cinta. Kuda yang akan mereka kendarai  harus tersamar sedemikian rupa. Tak boleh mencolok dan menarik perhatian para pengawal Tumenggung Wiroguno. Namun demikian mudik harus tetap dilakukan tak peduli nyawa dan cinta harus di pertaruhkan. Bukankah mudik bersama kekasih itu pasti sangat asyik? Angan Rara Mendut melayang jauh menembus awan gemawan. Ingin segera mendekap tubuh Pronocitro yang pasti akan memacu kudanya kencang-kencang menuju ke arah selatan, melintasi perbukitan. Berlari mencari tampat yang aman yang dapat menumbuhkan cinta mereka tanpa tekanan dan gangguan penguasa Mataram.

Ajibarang, 23 Juli 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline