Sebelumnya saya mohon maaf atas penerbitan tulisan ini. Tujuan utama saya membuat tulisan ini adalah untuk mengingatkan Pemerintah Khususnya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, bahwa keberagaman dan persatuan masyarakat Sumatera Utara dapat terpecah dengan adanya isu pengembangan wisata halal di kawasan Danau Toba.
Hal tersebut sudah mencuat kepermukaan sejak Presiden Jokowidodo menentapkan Danau Toba sebagai salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Bahwa salah satu masalah perkembangan Pariwisata Danau Toba menurut mereka adalah masalah kawasan halal dan haram.
Sungguh sesuatu yang sangat sensitif untuk diperbincangkan dan dibahas sebenarnya, namun untuk mengingatkan pemerintah bahwa kebijakan tersebut dapat memecah belah persatuan yang telah lama terbina dengan baik dikawasan Danau Toba maka tulisan ini saya buat sebagai kritik kepada pemerintah.
Bahwa penduduk yang berada kawasan Danau Toba adalah mayoritas suku Batak dan beragama Kristen dan Katolik. dengan semua adat dan kebiasaan yang sudah diterapkan sejak dahulu kala, sungguh sesuatu yang sangat sulit di terima bahwa hanya untuk memotong babi saja perlu diatur dan bahkan akan ditertibkan oleh pemerintah.
Orang Batak sebagai penduduk mayoritas dikawasan Danau Toba sangat akan sulit menerima peraturan tersebut, yaitu polemik soal penataan hewan berkaki empat (babi). Bahwa Gubernur Sumatera Utara seperti yang diberitakan di harian MedanBisnis (link berita).
bahwa penataan kawasan Danau Toba memang sangat diperlukan tapi tidak untuk kebijakan yang dapat menimbulkan polemik di masyarakat. Sebab halal di Danau Toba justru dicap haram di luar Danau Toba. Sebaliknya, haram di luar justru tetap halal di Danau Toba. Jadi, standar halal mana yang harus diikuti?
Bahwa Danau Toba dengan segala kekayaan adat dan budaya serta kebiasaan yang hidup ditengah-tengah masyarakat Batak dikawasan Danau Toba dan toleransi yang sudah terjalin sejak dahulu kala, dengan kebijakan baru tersebut yang justru dikhawatirkan adalah menimbulkkan perpecahan di tengah-tengah masyarakat.
Jika pemerintah benar-benar berkomitmen mengembangkan Pariwisata Danau Toba demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dikawasan Danau Toba, sebaiknya segala kebijakan yang akan diterbitkan agar tidak menimbulkan polemik dan aturan yang multitafsir yang dapat memecah belah persatuan dan keberagaman yang ada.
Seharusnya pemerintah lebih fokus untuk mencegah kerusakan ekosistem kawasan Danau Toba dan menghentikan segala kegiatan yang tidak berhubungan dengan pariwisata dikawasan danau toba.
Selain urusan berkaki empat (babi), Gubernur juga merancang pendirian tempat ibadah umat Islam di beberapa lokasi khususnya di Samosir. Ini penting agar wisatawan Muslim tak membatasi waktunya saat berkunjung, misalnya hanya sampai menjelang sore dan kembali ke Parapat untuk menunaikan ibadah sholat.