Lihat ke Halaman Asli

Nisa Nurazizah

Fresh Graduate

Opiniku: Covid-19

Diperbarui: 18 Juni 2020   20:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Benarkah kekhawatiran berlebih masyarakat timbul akibat determinasi media massa?

Kekhawatiran yang timbul di masyarakat diakibatkan oleh media massa yang pada awal merebaknya kasus positif corona di Indonesia justru banyak menyampaikan hal- hal yang menimbulkan ketakutan atau kepanikan akan virus ini. Dibanding memberitakan cara pencegahan dan bagaimana penularannya, media massa justru banyak membahas kota Wuhan dan negara- negara yang lumpuh dalam waktu singkat akibat virus corona. Selain itu, turut memunculkan opini-opini seperti belum ditemukannya vaksin dari virus ini, isu- isu konspirasi corona, dan dugaan bahwa corona sebagai senjata biologis China.

Melihat kondisi masyarakat Indonesia yang masih minim akan literasi dan nampaknya belum cukup mampu untuk menerima kemajuan teknologi dan informasi yang pesat sehingga masyarakat Indonesia cenderung mudah menerima dan menyebarkan informasi apa pun yang diterimanya, maka wajar saja apabila media massa yang merupakan sumber informasi utama dan penghubung antara pemerintah dan warga negara mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam membangun persepsi dan opini masyarakat terhadap peristiwa pandemi corona ini.

Bagaimana kebijakan pemerintah dalam mengurangi atau membatasi penyebaran covid 19?

Tidak ada kebijakan yang sempurna. Ada risiko dari setiap kebijakan yang dikeluarkan. Apalagi dalam penanganan pandemi corona yang merupakan virus baru dan tidak ada yang tahu pasti tentang cara atau aturan apa yang mampu untuk menghentikan laju penyebaran COVID 19 ini. 

Semua negara yang terjangkit melakukan upaya- upaya dalam menanggulangi COVID 19 dengan cara sesuai kondisi negaranya masing- masing. Indonesia berupaya dalam menanggulangi penyebaran COVID 19 ini dengan mengeluarkan sejumlah aturan yang saya rasa cukup memiliki alasan yang jelas jika dilihat dari pernyataan Presiden Jokowi dalam siaran live Mata Najwa pada tanggal 22 April 2020.

Namun, kembali lagi bahwa kebijakan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo tidak akan mampu untuk menyenangkan hati semua warga negaranya. Bahkan, kebijakan antarkementerian saja masih terkesan tidak sejalan. 

Sebagai contoh, kasus  yang beberapa waktu lalu banyak dibahas tentang perbedaan aturan dari kementrian kesehatan dan kementrian perhubungan terhadap ojek online yang mengangkut penumpang. Masih ada tumpang tindih peraturan karena ego sektoral dari masing- masing kementrian. Padahal, setiap kebijakan akan berhasil apabila birokrasinya berjalan dengan baik. Namun, kelemahan Indonesia sejak dulu yang tidak pernah berubah adalah birokrasi dan regulasi yang masih tampak "amburadul".

Salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sebagai upaya menghentikan laju penyebaran Covid-19 adalah kebijakan yang kita kenal dengan sebutan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Melalui kebijakan ini pemerintah secara ketat membatasi kegiatan masyarakat di luar rumah dan penerapan physical distancing di ruang-ruang publik.

Menurut saya, penerapan sistem PSBB di beberapa wilayah adalah kebijakan yang cukup sesuai. Karena, dengan kondisi perekonomian Indonesia, negara ini belum cukup mampu untuk menerapkan sistem lockdown. Namun yang sangat disayangkan, pemerintah terlalu lamban dalam upaya mitigasi bencana nonalam ini. Alangkah lebih efektif apabila sistem PSBB dilakukan jauh-jauh hari. Ditambah dengan regulasi yang berbelit- belit, membuat pengajuan PSBB oleh Anies Baswedan menjadi sedikit terhambat.

Saya ingat sekali, di awal merebaknya virus corona di Wuhan dan beberapa negara lainnya, sama sekali tidak membuat pemerintah Indonesia melakukan upaya untuk setidaknya sosialisasi terhadap masyarakat tentang bahaya virus ini, cara penularannya, dan bagaimana mencegahnya. 

Bahkan banyak tersebar di internet bahwa Indonesia kebal dengan virus corona karena iklimnya yang tropis. Minimnya pengetahuan masyarakat untuk memilih berita, membentuk opini masyarakat untuk bersikap tenang dan masih tidak peduli terhadap kebersihan dan kesehatan diri. Selain itu, setelah ditemukannya dua kasus pertama virus corona pun pemerintah masih lambat dalam upaya pembatasan bandara dalam penerbangan nasional maupun internasional serta upaya dalam pengadaan sistem pengecekan suhu tubuh dan sanitizer di ruang- ruang publik.

Mana yang lebih utama, Kesehatan atau perekonomian?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline