Lihat ke Halaman Asli

Milenia Ferlihanisa

Staff Advokasi dan Gerakan Politik, Himapol Indonesia Kordinasi Wilayah III. Ketua Biro Kajian dan Politik Strategis Himapol UMJ

Mengapa Partai Islam Selalu Kalah dalam Kontestasi Pemilu?

Diperbarui: 26 Mei 2023   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: google

Parpol Islam mempunyai catatan penting pada era reformasi, tepatnya saat lengsernya Soeharto pada tahun 1998. Pada tahun itu, dihilangkannya batas pembentukan partai politik, maka berlomba-lombalah ormas-ormas Islam untuk membuat partai politik yang baru guna mendominasi jalannya pemilu 1999 bahkan terdapat empat puluh dua partai politik Islam yang mendaftar sebagai peserta pemilu, dari empat puluh dua partai Islam, terpilihlah dua puluh partai.

Islam yang menjadi peserta pemilu 1999. Kesempatan ini dapat dijadikan partai politik Islam untuk menunjukkan eksistensinya sebagai pengekspresian aspirasi dari golongan umat Islam. Namun, cita-cita partai Islam untuk mendominasi pemilu 1999 tidak berjalan sesuai harapan, dari dua puluh partai yang bertarung di pemilu 1999, partai-partai Islam hanya memperoleh tiga puluh tujuh persen suara. 

Kegagalan partai politik Islam ini tentu mengubur harapan pimpinan partai Islam untuk menduduki dan mendominasi kekuasaan. Hingga saat ini, partai yang bernafaskan Islam dinilai kalah saing dengan partai nasionalis, walaupun pernah bangkit setelah pengusungan Gus Dur yang disponsori oleh ormas-ormas Islam dan kaum santri untuk kembali mengedepankan partai Islam di kancah persaingan politik, bahkan beberapa partai politik Islam melakukan berbagai koalisi dengan partai nasionalis, meskipun jika ditinjau dari segi Haluan dan nilai sudah terdapat perbedaan yang sangat jelas. 

Pemilu 2024 sudah mulai dekat dan bergaung disegala penjuru Indonesia, berbagai elit politik dari berbagai kalangan mulai bersiap mengangkat peralatan politiknya, guna memenangkan suara rakyat. Dari kekalahan-kekalahan sebelumnya, partai-partai politik Islam harus berbenah dan melakukan intropeksi. Tergerusnya suara yang berpihak pada partai politik Islam haruslah disikapi dengan serius apabila Partai Islam ingin eksistensi dan juga kepercayaan rakyat tetap berpihak. Dilihat dari beberapa kali pemilu dilaksanakan, nampak terjadi permasalahan internal dan eksternal yang cukup serius dan harus ditangani secepat mungkin. Ada banyak faktor, diantaranya: Pertama, Rakyat Indonesia saat ini belum mempunyai pengetahuan yang bisa mendorong dan menarik minat mereka untuk memihak partai-partai berbasis Islam. Dalam artian kesadaran politik yang tinggi belum dimiliki masyarakat. 

Fenomena ini dapat dimaklumi karena sistematis umat mengalami proses membedakan kehidupan bernegara dengan kehidupan beragama atau disebut dengan sekularisasi. Agama hanya dijadikan simbol hubungan manusia dengan Tuhan atau hablumminallah saja yang pada akhirnya umat muslim di Indonesia hanya berfokus pada urusan akidah dan akhlak.

Kedua, Ideologi asing yang mulai menyerbu pemikiran umat Islam. Ideologi dari barat seperti kapitalisme, sekularisme, dan liberalisme secara brutal merasuki pemikiran umat Islam dan tanpa melakukan kritisasi, umat Islam langsung menerima dan dijadikan ideologi berbangsa dan bernegara sehingga keberpihakan kepada partai-partai Islam menjadi minim dan bertolak belakang.

Konsep ideologi agama ditinggalkan dan dianggap tidak penting bagi kemaslahatan ummat Islam sendiri bahkan beberapa tokoh intelektual muslim dengan terang-terangan menolak partai Islam. Ketiga, Faktor internal partai itu sendiri yang tak mampu menjamin dan menopang aspirasi umat Islam. Ketidak mampuan dalam melayani umat sejatinya mengurangi rasa percaya dalam memilih partai Islam padahal partai tersebut telah mengatas namakan Islam untuk menjadi haluannya. 

Partai politik saat ini hanya tinggal nama, lambang-lambang partai yang terdapat ka'bah, bulan bintang dan lain sebagainya hanya simbolis biasa, tak mencerminkan keadaan kelompok yang bernaung di dalamnya. Partai politik Islam yang seharusnya memiliki visi dan misi yang jelas justru tidak mewakili umat muslim dalam menyampaikan aspirasinya. Namun apapun penyebabnya, partai-partai Islam harus dapat mengambil hikmah dari kegagalan tersebut. Pengalaman adalah guru yang paling baik, kata pepatah. 

Jadikanlah kegagalan dalam pemilu 1999 sebagai bahan untuk berbenah diri, agar dapat tampil lebih baik pada pemilu selanjutnya. Partai-partai Islam perlu mengembangkan metode dan materi kampanye yang berorientasi pada situasi dan kebutuhan realitas di masyarakat (society-centered) Masyarakat jangan hanya diberikan wejangan normatif janji-janji kosong dan eksibisi simbol keagamaan. Tokoh-tokoh Islam dapat tampil lebih assertive dan lebih bulat jika mereka bersatu. Persatuan hanya efektif jika disertai kesediaan untuk melakukan introspeksi dan auto-kritik, berkompromi dan bekerjasama dalam berbenah dan mengantisipasi tantangan ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline