Lihat ke Halaman Asli

Kebebasan Berperilaku (LGBT) Biang Kehancuran Generasi

Diperbarui: 3 Februari 2016   15:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pelegalan pernikahan sesama jenis yang terjadi di Amerika Serikat baru-baru ini menjadi polemik baru di tengah masyarakat internasional. Sebagai negara pengusung demokrasi liberal dengan paham kebebasan beragama, berperilaku, berpendapat dan berkepemilikan, Amerika telah mencontohkan kepada negara-negara pengusung demokrasi lainnya untuk melakukan hal yang sama. Banyak pihak telah memprediksikan keputusan AS akan mempengaruhi negara-negara lain di dunia. Saat ini terhitung ada 23 negara yang telah melegalkan pernikahan sesama jenis.

Negara demokrasi dengan penduduknya yang mayoritas muslim seperti Indonesia, fenomena LGBT bukanlah hal yang baru. Kelompok-kelompok mereka semakin bebas berkeliaran dan menampakkan identitasnya dalam kehidupan bermasyarakat dengan membentuk lembaga-lembaga atau mencetak buku-buku. Hasilnya, dalam waktu 3 tahun jumlah LGBT naik 300% pada tahun 2013, apalagi tahun 2014 lalu dan 2015 sekarang.

Menurut catatan Komisi Pemerhati Anak dan Remaja (KPAR) Tasikmalaya, jumlah warga terindikasi suka sesama jenis di Kota Santri pada 2014 adalah 1.578. Daniar Ridijati, selaku Koordinator Tim KPAR Tasikmalaya mengakui terdapat peningkatan jumlah warga yang terindikasi suka sesama jenis. Wali Kota Tasikmalaya, Budi Budiman mengaku kaget akan banyaknya warga homoseksual di wilayahnya.

Opini untuk menerima LGBT terus dilayangkan oleh kaum liberal. Bahkan Staf Khusus Sekretaris Kabinet Pemerintahan Joko Widodo, Jaleswarari Pramodhawardani, hendak memberikan ruang bagi LGBT untuk berpartisipasi dalam dunia politik karena mereka juga membayar pajak kepada Negara seperti yang lainnya. Dia menambahkan, LGBT harus ditarik menjadi isu hak warga Negara. Menjamin hak LGBT hanya karena pajak adalah suatu pemikiran yang sangat dangkal yang bisa mengancam kelangsungan kehidupan yang beradab dari bangsa Indonesia yang mayoritas muslim.

Padahal di negara lain yang penduduknya mayoritas non-muslim seperti Rusia, ada UU khusus anti-gay yang didukung oleh pemerintah. Salah satu isi UU tersebut berupa larangan untuk mempropagandakan homoseksualitas. Pemerintah Rusia akan menindak tegas penyebaran informasi dan tindakan apapun yang berkaitan dengan gay. Hal serupa juga terjadi di Uganda dan Gambia dimana presiden mereka menjadi garda terdepan untuk menolak LGBT secara hukum negara. Bahkan, Presiden Gambia dengan tegas mengancam akan memenggal kepala warga negara atau warga negara asing LGBT yang berani datang ke negaranya.

Kebebasan berperilaku seperti LGBT (lesbian, gay, biseks dan transgender) merupakan wabah penyakit sosial yang membawa pada kehancuran generasi sebuah bangsa. Kita lihat Jepang, walaupun belum melegalisasikan pernikahan sejenis, tetapi Jepang membebaskan LGBT di negaranya. Sebanyak 34 juta wisatawan gay setiap tahun berkumpul di distrik Shinjuku, Tokyo. “The Sapporo Rainbow Festival”, adalah sebuah parade gay tahunan yang diadakan di kota Sapporo, Jepang Utara. Sedangkan Jepang saat ini sedang mengalami penurunan angka populasi terbesar di dunia dan diperkirakan akan punah pada tahun 2050.

Perilaku lesbian dan homo adalah hal yang seharusnya dilarang. Secara moralitas, lesbian dan homo menciderai kemanusiaan kita. bahkan binatang sekalipun tidak melakukan hal tersebut. tidak pernah kita jumpai seekor anjing  jantan bereproduksi dengan seekor jantan pula, begitupun yang betina. Secara kesehatan, perilaku seks homo dan lesbian lebih beresiko pada virus HIV/AIDS dan penyakit kelamin yang sulit terobati, daripada perilaku seks pasangan laki-laki dan perempuan (heteroseksual). Permasalahan HIV/AIDS semakin sulit untuk diatasi, bahkan PBB dan WHO pun tidak berhasil untuk mengendalikan pertumbuhan kasus HIV/AIDS.

Secara agama, pelaku homo dan lesbian tidak akan masuk surga dan harus dihukum mati karena telah mengingkari ALLAH SWT yang telah menciptakan manusia berpasang-pasangan sebagai fitrah. Secara sosial, gay dan lesbian tidak akan bisa menghasilkan keturunan. Sehingga dalam jangka panjang, akan mengakibatkan pada menurunnya angka populasi. Selain itu, kerusakan keluarga dan menghancurkan nasab.

Perilaku seksual yang menyimpang ini juga mengakibatkan penyakit psikis yang mengarah pada kriminalitas. kita masih ingat pada pertengahan tahun 2008 lalu, publik dikejutkan dengan kasus pembunuhan dan mutilasi berantai di Jombang, Jawa Timur, oleh seorang gay bernama Verry Idham Henyansyah alias Rian karena cemburu pada pasangan sesama jenisnya. Aksinya ternyata telah dia lakukan sejak 2 tahun sebelum kasus terungkap. Ada juga kasus serupa yang terjadi di tahun 2012 lalu. Seorang gay asal Nganjuk bernama Mujiyanto membunuh 15 orang yang menjadi ‘kekasih’ lain pasangan gay-nya, karena terbakar rasa cemburu. Selain itu, seorang WNI pekerja seks transgender yang tinggal di Australia bernama Mayang Prasetyo dibunuh oleh kekasihnya, Marcus Peter Volke. Diduga karena motif kekerasan dalam rumah tangga dan pelaku berada dalam pengaruh obat-obatan terlarang.

Generasi Indonesia harus diselamatkan dari LGBT. LGBT adalah buah dari paham sekulerisme dan liberalisme yang sedang dibiarkan mewabah dalam masyarakat. LGBT tidak bisa dianggap sebagai bentuk kewajaran yang harus diterima atau bahkan dilegalkan. Tugas negaralah untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat yang beradab tanpa paham sekulerisme dan liberalisme agar terbebas dari LGBT dan ancaman kehancuran generasi.

Untuk itu, pengambilan sikap yang tegas dari pemerintah untuk mencegah LGBT lewat pendidikan moral agama dan hukum sangat diperlukan. Tidak melegalkan LGBT namun membiarkan LGBT tetap eksis dan menunjukkan aspirasi mereka di hadapan khalayak umum sebenarnya merupakan sikap apatis yang mendukung LGBT. Tentu kita tidak ingin identitas bangsa yang masih menjunjung tinggi keberadaban dan keberagamaan ini perlahan-lahan menjadi negara bebas tanpa moralitas, bukan?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline