Lihat ke Halaman Asli

Nun Urnoto El Banbary

adalah nama pena dari Urnoto.

Imajinasi Fardu Ain Menulis Novel

Diperbarui: 17 September 2015   07:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasuci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu tidak sia-sia, termasuk imajinasi yang diciptakan-Nya. Imajinasi boleh disebut sebagai makhluk abstrak yang keberadaannya tak terjamah kamera, namun terlihat mata jelmaannya dalam kehidupan nyata. Sebut saja gedung-gedung pencakar langit, bangunan-bangunan unik, antik, dan sebagainya, semua itu lahir dari imajinasi. Namun, tidak semua orang mampu memberdayakan imajinasinya yang super hebat itu. Mereka yang memberdayakan imajinasi hanyalah orang-orang "pilihan" yang sudah melalui tahapan yang saya sebut pembelajar jungkir balik, alias belajar sungguh-sungguh tanpa selingan pacaran. Maka, berkaitan dengan kehebatan imajinasi, saya ingin menyebut para novelis termasuk orang-orang pilihan itu. Saya tegaskan: TERMASUK. Berarti selain novelis masih banyak yang memanfaatkan imajinasi kepada karya-karya lain, dan novelis termasuk menjadi bagiannya.

[caption caption="Adik"][/caption]

Novelis banyak bergelut dengan imajinasinya sendiri, karena imajinasi adalah kekuatan utamanya untuk merancang semua peristiwa dan "takdir" atas tokoh-tokoh khayalannya. Tanpa kekuatan imajinasi yang super hebat itu, penulis yang bermaksud menulis novel tak ubahnya macan ompong yang hanya bisa mengaum tanpa bisa menerkam. Novelis tak bisa dibandingan dengan seorang profesor(ampun, sudah bawa-bawa profesor). Meski profesor berkepala botak akibat memikirkan temuannya dan teorinya, tetapi imajinasinya tetaplah tak ada apa-apanya dibanding si novelis. Daya jelajah imajinasinya sangatlah terbatas pada hal-hal teoretis yang kaku dan mengikat. Novelis bisa melakukan seperti yang dilakukan oleh seorang profesor tadi, semisal melakukan penelitian untuk menemukan mazhab baru dibidang pengetahuan dengan teori-teorinya, karena novelis sejatinya adalah seorang pembelajar, yang memungkin untuk mancapai maqomnya si profesor tadi. Tetapi, (untuk tidak mengatakan sama sekali) profesor tidak bisa membuat novel, karena imajinasinya sudah digadai oleh batasan-batasan teorinya. Imajinasi (jangan-jangan) tidak bisa berkembang biak serupa novelis tadi.

Begitulah kira-kira analogi perbandingannya, bahwa imajinasi menjadi power nomor satu bagi penulis fiksi panjang; novel. Sedangkan yang lain-lain, semisal penggalian data untuk naskah-naskahnya, penempatan unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsiknya hanya urutan yang tidak terlalu penting (ini saking hebatnya imajinasi). Imajinasi gagal, rangkaian cerita buyar. Maka, sebelum mengikrarkan  diri menjadi novelis, sebaiknya latihlah imajinasinya agar tidak mentok saat mencipta alur-alur ceritanya. Syarat muthlak itu menjadi fardu ain bagi novelis, khususnya saya sendiri. Silakan, barangkali ada profesor yang ingin adu tanding bikin novel dalam sehari, saya tunggu. (hehe. guyon).

Bagimana supaya imajinasi bisa diasah dan menjadi senjata ampuh menulis fiksi? Boleh dengan cara membaca banyak karya fiksi atau seperti yang saya alami sejak kecil, memperbanyak mendengar cerita-cerita seperti sandiwara radio atau dongeng dari ibu guru. Sandiwara radio era 90-an sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan imajinasi saya, ketika bahan bacaan sangat jarang dijumpai di tanah kelahiran yang terpencil itu. Narasi dan deskripsi cerita-ceritanya membuat imajinasi saya berkembang biak terus menurus, bahkan lebih liar dari yang saya dengar. Hampir tiap malam saya mendengar sandiwara Tutur Tinular, Nene Pelet, Saur Sepuh, Ayu Hambar Wati, dan lain sebagainya. Kontribusi sandiwara sangat besar sekali bagi perkembangan imajinasi saya, (sekali lagi) setelah bahan bacaan jarang dijumpai. Artinya, membaca masih tetap menjadi urutan pertama bagi perkembangan imajinasi, meski profesor yang banyak baca itu tak bisa membuat novel. Novelis (sekali lagi) adalah orang-orang yang "diistimewakan" oleh Tuhan dari penulis-penulis lain yang mudah ditiru jejaknya.

Mau menjadi penulis novel, maka kekuatan imajinasi modalnya, dan modal-modal yang lain terserah Anda. Anda harus belajar untuk membantu imajinasi Anda yang super dahsyat itu. Lalu, nikmat Tuhanmu yang manakah yang akan didustakan oleh pemilik imajinasi hebat itu? Selamat berimajinasi. Manfaatkan imajinasi Anda untuk membangun peradaban akhirat Anda sendiri.

 

(Nun, menulis malas ngeditnya)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline