Lihat ke Halaman Asli

tukiman tarunasayoga

Pengamat Kemasyarakatan

Unras yang MTNL

Diperbarui: 15 Oktober 2020   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Unras yang MTNL

Tukiman Tarunasayoga

            Judul di atas, -konon- , dapat dikategorikan telah memenuhi dua persyaratan di antara sekian jumlah syaratnya; yakni usahakan memilih judul itu pendek dan menarik. Kalau harus ditulis utuh, judul itu berbunyi: Unjuk rasa yang matang tuna numbak luput. Ditulis "Unras yang MTNL" jelas lebih pendek, dan tentang daya tariknya, kurang menarik apa lagi sih, he..he...he?

            Perihal unjuk rasa (unras), benarkah masih akan berjilid-jilid? Entahlah, tetapi hukum alam sudah mengajarkan kepada semesta: Apa pun jika berlebih(an), tidak akan membuahkan manfaat sebagaimana dimaksudkan. Makan memang dibutuhkan oleh siapa pun, tetapi janganlah makan berlebih(an); hal yang sama ialah bekerja, silahkan dan memang seharusnya kita bekerja keras, akan tetapi janganlah berlebih(an) sehingga kurang istirahat yang justru akan mempercepat berkurangnya imunitas tubuh dan diri kita karena kurang istirahat. Hal yang sama tentulah dengan unras, jika berlebih(an), apalagi kegiatannya selama unras nanti?

            Di samping ada bahaya berlebih(an),  yang artinya akan membawaserta dampak yang kurang baik seperti contoh-contoh berlebih(an) di atas, diterawang dari kacamata kultural, unras berlebih(an) justru akan menurunkan wibawa atau makna gerakan massa itu sendiri. Mengapa? Karena nantinya pasti akan terbukti apa yang disebut MTNL itu, matang tuna numbak luput. Tepatnya gagal total.

            Matang, dari akar kata watang yang bermakna bambu atau genter (baca seperti Anda mengucapkan geser kanan dong); dan disebut matang bila genter yang berujung tumpul itu dipakai sebagai/semacam senjata. Kalau bambu/genter ujungnya tumpul dan dipakai untuk berburu, yah.......kurang jozzz, akibatnya tuna, ora oleh apa-apa. Pakai genter tumpul tidak menghasilkan apa-apa, pakai tombak pun juga luput. Itulah makna mentah dari MTNL, serba gagal atau orang sering lebih senang mengatakan gagal total.

Secara kultural MTNL mengajarkan kepada kita dua hal penting, yaitu, pertama, kliru terus pandakwane, dan kedua, tansah jugar panjangkane. Menggunakan contoh unras, gerakan massa itu tentu memperjuangkan sesuatu, dan di dalam gerakan massa yang pasti sangat sulit terkontrol itu, sangat boleh jadi muncul tuduhan ini tuduhan itu (pandakwa) kepada pihak yang didemo. Apakah pandakwane selalu benar? Banyak kali justru sebaliknya, kliru! Dalam contoh terkait (R)UU Ciptaker, karena belum membaca sebaris kalimat pun, dakwaan bertubi misalnya ada yang mengatakan "Kami dirugikan, kami dirampok ...bla-bla..." dan ternyata itu kliru, sebab justu sebaliknya yang kelak akan terjadi, yaitu saudara akan diuntungkan. Tegasnya, isu (baca dakwaan) yang dilemparkan kliru.

   Karena kliru terus pandakwane, akibat yang ditanggung selanjutnya sudah barangtentu jugar panjangkane, yakni selalu gagal apa yang mau diraih. Jugar itu mengandung arti gagal, tetapi juga konangan, artinya ketahuan. Betapa luarbiasanya ajaran moral MTNL ini, mengingatkan siapa saja agar menghadapi apa pun ora perlu aneh-aneh. Masalah hidup dan kehidupan selalu ada, namun cara menghadapi permasalahan itulah yang akan menentukan kita sebagai manusia bermartabat atau justru martabat baik kita yang akan kita pertaruhkan. Jika Anda menempuh MTNL, resiko yang akan Anda peroleh besar kemungkinannya bukan hanya gagal total; tetapi ke depan martabat baikmu Anda pertaruhkan, dan bisa jadi lama-kelamaan tidak akan digubris orang lagi cara-caramu itu.

Untuk terhindar dari MTNL, tadi salah satunya telah disebutkan di atas, kita hadapi saja segala permasalahan hidup dan kehidupan ini lewat cara yang wajar syukur baik, jalan yang wajar syukur baik; dan yakinlah bila cara dan jalan kita wajar syukur baik; kemungkinan besar berhasil terbuka lebar katimbang menderita gagal total. Sakitnya tuh sampai dan terasa di sini loh.......jika gagal total.

-0-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline