Lihat ke Halaman Asli

tukiman tarunasayoga

Pengamat Kemasyarakatan

"Nyagak Alu" untuk Pertimbangan Pergantian Pejabat

Diperbarui: 2 September 2020   19:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengapa pergantian pejabat --semakin tinggi atau strategis jabatannya-- seringkali prosesnya saja sudah dihebohkan banyak pihak, belum lagi pilihan orang/personnya. 

Jabatan sebagai kepala di kepolisian misalnya, pergantiannya sebutlah masih berberapa bulan di depan sana; tetapi hebohnya saat ini sudah berhembus atau seolah-olah sudah dihembus-hembuskan justru oleh kalangan di luar kepolisian. 

Apakah mereka yang menghembuskan itu kelak akan memperoleh keuntungan tertentu bila "jagonya" terpilih? Belum tentu, dan mungkin dia/mereka tidak ingin memperoleh apa pun, kelak. Tetapi mengapa getol banget? Entahlah.

Pihak mana paling heboh bicara tentang reshuffle kabinet, apakah pihak "dalam" ataukah justru pihak "luar?" Jawabannya pihak luar, sementara pihak dalam tampaknya tenang-tenag saja. 

Pertanyaannya sama dengan yang di atas tadi: Apakah mereka yang sangat getol merancang nama-nama siapa "out" siapa "in" kelak akan memperoleh keuntungan atau posisi tertentu? Entahlah, tetapi melihat semangat dan kehebohannya, rasa-rasanya kok sajak  wis duwe itung-itungan dhewe, seolah-olah sudah punya kalkulasi tertentu.

Nyagak Alu

Dalam konteks pergantian pejabat setaraf pergantian menteri nyagak alu pasti merupakan pertimbangan utama dan pertama, utamanya bagi Bapak Presiden selaku pemegang hak prerogatif mutlak. 

Idiom nyagak alu (arti lurusnya ialah alu sebagai alat penumbuk dipergunakan untuk mengganti fungsi sebuah tiang) melukiskan kondisi seseorang yang diberi mandat dan kepercayaan penuh, langkah-langkah dan keputusannya mendukung ataukah mengkhawatirkan pemerintahan.

Dalam ungkapan Jawa nyagak alu itu berarti wong sing diendel, nanging jebul ora mitayani. Sejauh para menteri sekarang ini kerja dan kebijakannya mitayani mengapa harus diganti oleh orang yang belum tentu nantinya akan lebih mitayani. Tegasnya, nyagak alu apa ora, kalau memang dia itu nyagak alu, ya diganti; namun kalau selama ini justru semakin dapat dipercaya, mengapa harus diganti?

Mitayani adalah kata kunci, karena di dalamnya terkandung makna dapat dipercaya, dapat diandalkan, sudah tahu sendiri tanpa harus diberi banyak petunjuk atau tuntutan, dan jangan lupa dalam kata mitayani ada nuansa "kupasrahkan sebagian dari nafas hidupku, kepadamu." 

Jadi, sekali lagi, kalau Bapak Presiden merasa yakin bahwa para meneterinya selama ini dank e depan memang betul-betul wis mitayani dan ora nyagak alu, seheboh apa pun skenario "di luaran sana" ya pasti tidak akan memengaruhi apa pun dan siapa pun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline