Lihat ke Halaman Asli

‘Cabe dan Bawang Naik’ dari Pasar Induk

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Jelang lebaran. Kami sekeluarga tidak berencana membuat rendang atau ketupat. Tapi di rumah kami yang bernuansa Sunda, Padang dan Chinese memerlukan Cabe dan Bawang, untuk masakan harian. Menu khusus lain adalah sayur tauco medan. Ini tauco asli saya beli biasanya di pasar Senen. Sebulan sekali sebagai orang Medan saya goreng jengkol dan petai.

[caption id="" align="alignnone" width="640" caption="Pedagang Bawang dan Cabe di Pasar Kramatjati"][/caption]

Meski begitu, saya adalah penggemar berat tempe goreng. Di rumah selalu siap dua papan tempe setiap minggu. Sehari jelang puasa, isteri saya resah gelisah, karena tukang sayur yang selalu masuk komplek kami, tidak membawa bawang dan cabe merah. Malamnya kami ke Carefour di Taman Mini. Setelah muter muter… Cabe dan Bawang merah juga tak ada.

Karena dekat dengan pasar induk Kramat jati, aku dan isteri langsung kesana. Kami baru pertama masuk ke pasar induk itu, meski sering melewati.

Sore hari tadi, mobil kami sudah di poles, di semir dan disaloni. Pokoknya wangi dan cantik kayak biniku…. (he he) Pas masuk pasar ini yang semula jalannya mulus, terus dilewati dengan  tanah becek, dan bau sayuran busuk. Ah ngak apa yang penting ada cabe kerinting dan bawang merah.

Setelah berhenti, dan dapat lokasi parkir berderet mobil gerobak sayur. Kebetulan masih senja, dan banyak lowong. Kami turun mencari kedua komoditi itu. Harga bawang yang bagus adalah 40 ribu per kilo sedang yang biasa Cuma Rp 35 ribu. Bedanya, yang biasa sudah terpisah dari induknya. Sedang yang bagus, masih dalam cangkangnya. Cabe Rp 35 ribu yang keriting, yang besar Rp 25 ribu. Murah memang. Tapi kita tidak akan dilayani kalau beli sekilo. Minimal 5 kg.

Karena freezer kami mencukupi, ya kami beli 5 kilo. Saya jadi kacung, dan isteri saya yang jadi juragan malam itu. Karena mau nyari yang lain, barang belanjaan diletakan di dalam mobil. Kami masuk lagi sambil nanya-nanya harga sayuran yang murah. Dan jauh lebih murah jika kami beli di swalayan mana pun.

Ketika melihat sekelompok pedagang yang sedang menaikan barangnya ke angkutan warna orange, yang ada di trotoar pasar, saya iseng bertanya tentang harga cabe yang tadi saya beli. ‘’Beli sekilo enam puluh rebu bu. Bawang 80 rebu. Ini bagus. Sudah pilihan. Saya jual di Kebayoran lama ngak bisa segitu’’ katanya  pada isteriku. Padahal jarak dari pedagang eceran  itu, ke pedagang tempat aku beli tadi sekitar 50 meter.

Kami kaget dengan harga yang naiknya minta ampun. Seorang pedagang berbisik pada kami, ketika barang itu ada di lapak memang harganya sangat murah. Tapi kalau sudah naik ke mobil angkutan barang itu, harganya bisa sesuka pedagang itu.

‘’Jadi jangan dikira harga kami yang naikan. Kami menaikan kalau barang sudah langka, dan petani tidak mengirim kesini. Biaya pendinginan kan mahal,’’ kata seorang pedagang.

Target selanjutnya adalah mencari jengkol dan petai. Setelah Tanya sana sini, ternyata itu barang memang sedang langka. Dengan kecewa aku dan isteri mencari sayuran lain. Selanjutnya kami menuju mobil. Alangkah kagetnya kami, melihat kaca samping mobil kami penuh dengan tanah dan kaca depan seperti ada tanah yang dilempar. Waduh, ternyata harga sayuran disini nambah mahal juga neh. Soalnya tadi nyalon mobil kena juga Rp 100 rebu. Ha ha  tak apalah… yang penting cabe dan bawang sudah ada untuk sebulan puasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline