Tahun 2017 akan berakhir dalam jangka waktu kurang lebih dua minggu. Kata 'akhir tahun' selalu menarik dalam mendorong suatu kegiatan evaluasi dan perencanaan masa depan, meskipun beberapa kalangan atau organisasi mungkin tidak selalu melakukannya. Hanya saja, mungkin keseriusan suatu organisasi akan dipertanyakan tanpa evaluasi. Komitmen untuk menjadi lebih baik tentu harus di lakukan dengan upaya perbaikan, agar progresif. Koreksi, sekalipun bersifat menyinggung, tidak menyenangkan, harus dijadikan bahan konsiderasi, tidak terkecuali dengan organisasi bantuan hukum yang melayani kalangan tidak mampu, yang menjadi kaki tangan kementrian hukum dan hak asasi manusia, khususnya kali ini, kantor wilayah jawa barat, dalam memfasilitasi organisasi bantuan hukum untuk melaksanakan tugasnya.
Disini, perlu kita ketahui bahwa Kementrian hukum dan hak asasi manusia adalah badan eksekutif negara, yang menjalankan perintah undang-undang. Adapun undang-undang yang meregulasi peran organisasi bantuan hukum adalah Undang-Undang no. 16 Tahun 2011. Disini, Organisasi Bantuan Hukum (OBH) menjadi kaki tangan kementrian hukum dan hak asasi manusia dalam menciptakan keadilan yang bisa di akses oleh kalangan tidak mampu.
Organisasi Bantuan Hukum, sesuai dengan namanya, menyediakan layanan bantuan hukum gratis bagi kalangan tidak mampu. Organisasi Bantuan Hukum menyediakan pengacara untuk mendampingi, membela hak-hak mereka yang tidak mampu dalam persidangan, demi mendapatkan keadilan. Di Jawa barat, terdapat 37 Organisasi Bantuan Hukum yang sudah terverifikasi, terakreditasi dan berperan aktif dalam melaksanakan tugasnya. Adapun saat ini, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia berupaya menambah Organisasi Bantuan Hukum,khususnya di daerah Ciamis, Tasik, Banjar.
Bagi masyarakat yang tidak familiar dengan Organisasi Bantuan Hukum dan sistemnya, mungkin akan mempertanyakan relasi antara kementrian hukum dan hak asasi manusia dengan organisasi bantuan hukum ini. Pada dasarnya, organisasi bantuan hukum adalah lembaga independen yang bukan merupakan bagian dari organisasi pemerintah. Tidak jarang organisasi bantuan hukum berawal dari lembaga swadaya masyarakat dengan kesadaran, motivasi dan komitmen yang kuat tehadap harapan keadilan yang mampu diakses oleh semua kalangan (prioritas kalangan ekonomi lemah yang dibuktikan oleh surat keterangan tidak mampu). Relasi ini terikat oleh kontrak yang memuat MoU dan kesepakatan lainya.
Kementrian Hukum dan Hak asasi Manusia menyediakan anggaran untuk membantu OBH dalam proses litigasi dan non litigasi. Proses litigasi adalah proses penanganan kasus kriminal baik pidana maupun perdata. Sedangkan non litigasi, yang lebih senang saya kategorikan sebagai upaya pencegahan biasanya berupa kegiatan pemberdayaan masyarakat, konsultasi hukum dan penyuluhan hukum. Jumlah dana yang sudah disediakan oleh kemenkumham wilayah Jawa Barat untuk litigasi tahun ini (penanganan kasus) adalah sebesar kurang lebih 4,5 milyar, sedangkan non-litigasi (pencegahan) adalah 1,5 milyar. Informasi ini saya dapat dari hasil rapat evaluasi kementrian hukum dan hak asasi manusia beserta Organisasi Bantuan Hukum se Jawa Barat (yang sudah terverifikasi dan menandatangani kontrak kerja dengan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia) per tanggal 12 Desember 2017.
Ada satu hal yang mengganjal pikiran saya selepas menghadiri rapat evaluasi, yaitu mengenai alokasi pendanaan. Dana yang terserap oleh Organisasi Bantuan Hukum perihal non-litigasi sangat jauh dari target. Menurut saya, hal ini membuktikan bahwa terjadi banyak kasus kriminal pidana maupun perdata di wilayah Jawa Barat, dan baik pemerintah maupun organisasi bantuan hukum tidak memberikan perhatian penuh terhadap pencegahan. Jika perhatian hanya ditujukan terhadap penanganan kasus, tentu tidak menyelesaikan masalah maraknya kriminalitas yang terjadi. Program pencegahan melalui penyuluhan hukum, pemberdayaan masyarakat, sama pentingnya dan harus di dorong oleh semua kalangan.
Dampak dari kurangnya perhatian kita terhadap pencegahan, menurut saya, membuat kita bekerja lebih keras namun tidak efektif. Apabila Organisasi bantuan hukum bekerja sama kerasnya baik dibidang litigasi maupun non litigasi, tentu penanganan kasus akan berkurang (harapannya), meskipun mungkin akan terlihat dampaknya dalam kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu saya berharap pemerintah (kementrian hukum dan Hak asasi manusia) dan organisasi bantuan hukum untuk meningkatkan perhatian lebih terhadap peyelenggaraan non-litigasi. Pemerintah harus mendorong organisasi bantuan hukum, dan organisasi bantuan hukum harus bersungguh-sungguh, berkomitmen dalam menjalankan fungsinya, bukan hanya di penanganan kasus melainkan juga di ranah pencegahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H