Pemilihan umum (Pemilu) Presiden sudah berlalu. Meski diwarnai berbagai ketegangan sebelum pemilu, namun di luar dugaan tingkat partisipasi pemilih terhadap pemilu kali ini bisa diacungi jempol. Tingkat partisipasinya melebihi ekspektasi yaitu lebih dari 80 persen. Generasi paling muda yaitu generasi Z yang sering dianggap apolitis, ternyata merupakan faktor penting bagi tingginya partisipasi pemilu kali ini.
Setelah pemilu yang dinilai paling semarak dan damai sepanjang sejarah setelah reformasi itu, ada sengketa Pemilu yang masuk ke Mahkamah Konstitusi. Setelah proses Pemilu, memang seringkali terjadi sengketa Pemilu, setidaknya hal ini terjadi setelah reformasi. Namun pembuktian kecurangan memang bukan sesuatu yang mudah. MK mematahkan semua asumsi soal kemenangan salah satu Paslon yang dianggap tidak sah.
Setelah keputusan MK dan KPU yang mensahkan salah satu paslon, seharusnya kesangsian tentang hasil pemilu diperoleh dari kecurangan, bisa berhenti atau paling tidak diminimalisir. Meski perpecahan tidak separah pemilu tahun 2014 apalagi tahun 2019, namun masih ada saja ujaran kebencian yang ada dari beberapa pihak yang berusaha memprovokasi melalui narasi-narasi yang tak pantas di media sosial.
Narasi-narasi ini juga diperkuat dengan beberapa influencer yang agaknya memang mencari atau mendapatkan uang dari mencari-cari kesalahan pihak lain. Mereka umumnya juga memelihara keterbelahan untuk kepentingan mereka. Selain itu juga ada pihak-pihak yang sengaja memeliharta keterbelahan dengan motivasi ideologi transnasional.
Berbagai faktor ini turut memperkeruh suasana kebatinan Indonesia. Kadang dengan alasan tidak jelas, pihak satu terus menerus menyerang pihak lain. Atau kadang media massa terutama televisi seakan memelihara keterbelahan itu dengan talkshow-talkshow yang provokatif.
Seharusnya hal itu tidak perlu. Mengingat perbedaan adalah salah satu ciri khas bangsa Indoensia. Seharusnya tidak membuat kita terbelah. Karena sesungguhnya Pemilu yang merupakan kontestasi lima tahunan adalah alat untuk meraih kekuasaan bagi yang menginginkannya. Karena itu sebaiknya kita tidak terjebak pada hal itu.
Sebaliknya, identitas nasional kita yang merupakan bangsa dengan aneka keragaman namun rukun ini sebaiknya bisa dipelihara dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H