Lihat ke Halaman Asli

Gian Darma

wiraswasta

Masyarakat Butuh Informasi Terverifikasi

Diperbarui: 12 Februari 2019   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tengah era digital di mana media sosial sangat mendominasi jagat informasi  di Indonesia, masyarakat tenggelam pada informasi yang berlimpah dan tak terbendung .

Ibarat kata, karena begitu majunya teknologi maka saat ini setiap orang bisa punya media sendiri. Melalui media sosialnya sendiri-sendiri. Dia menjadi wartawan sendiri bahkan menjadi pemimpin redaksi atas media yang dipunyainya itu. Sehingga setiap media atau setiap wartawan itu bisa menciptakan kegaduhan atau menciptakan ketakutan, bahkan pesimisme. Tapi sebaliknya dia bisa menciptakan rasa positif dan optimism.

Hanya saja sebenarnya, ada perbedaan yang paling mendasar dari peta media di Indonesia saat ini. Bahwa sebenarnya, media mainstream (media arus utama) seperti koran, radio dan televisi yang bisa berperan lebih besar dan lebih baik. Media arus utama punya standar yang sangat baik dalam mengolah dan mendistribusikan satu berita karena melalui beberapa tahapan .

Semisal soal akurasi. Setiap berita harus akurat. Akurat di sini berarti bahwa satu berita yang dibuat adalah informasi yang benar berdasar bukti-bukti fakta yang memadai serta dapat diperanggungjawabkan kebenarannya. Akurasi jauh dari kata 'kabarnya' atau hal yang berdasar isu saja. Karena itu seringkali quote (cuplikan wawancara) adalah hal suci yang harus ditaati oleh para jurnalis. Tidak bisa seorang jurnalis mengubah quote atau mengarahkan quote pada soal tertentu yang diingini (baca : memelintir)

Karena itu, salah satu cirri berita yang dihasilkan oleh media arus utama yang kredibel adalah bahwa berita itu bisa terverifikasi. Verifikasi itu adalah memang terbukti ada yang mengatakan A dan berita itu bisa dipertanggungjawabkan. Berita itu sudah melalui beberapa tahap. Sejak berita itu didapatkan oleh wartawan sampai tahap pemimpin redaksi.

Hal ini berbeda dengan media sosial di mana setiap orang bisa menjadi wartawan sekaligus pemimpin redaksi. Di media sosial (atau WA) seseorang bisa menyebarkan tulisan tanpa melalui tahap-tahap ketat seperti itu. Jika seseorang atau satu pihak menanyakan kebenarannya, maka sang penyebar dengan enteng hanya mengatakan : saya kan hanya menyebarkan saja. Tentu saja hal ini jauh dari verifikasi data.

Bila itu menyangkut ujaran kebencian atau hoax, tentu mengkhawatirkan. Karena proses penyebaran informasi dengan pola seperti itu sangat cepat, dengan menggunakan beberapa platform. Bisa dengan WA, FB, Twitter, dsbnya.

Karena itu mari bersama-sama meninggalkan media sosial dalam mencari kebenaran berita karena kita tak akan mendapatkannya. Sebaliknya, media arus utama tetap bisa menjadi pegangan kita karena biasanya media arus utama sudah melakukan beberapa tahapan verifikasi atas beritanya itu. Kalaupun tidak presisi betul, maka mereka dengan cepat akan memunculkan berita yang presisi itu. Disisi lain media arus utama harus tetap menjaga kredibilitasnya dalam mencari berita. Masyarakat membutuhkan berita yang sudah terverifikasi.

Selamat hari Pers Nasional!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline