Lihat ke Halaman Asli

Tuhu Nugraha Dewanto

Principal of Indonesia Applied Digital Economy & Regulatory Network (IADERN)

Apa dan Bagaimana Mengukur Kesuksesan di Social Media?

Diperbarui: 4 April 2017   18:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pertanyaan yang kemudian paling penting ketika terjun ke social media adalah,  setelah tahu tujuan, dan channel apa yang akan digunakan, lalu bagaimana mengukurnya? Bagaimana tahu investasi dan kampanye yang dilakukan di social media berhasil atau tidak? Ini menjadi sangat krusial karena social media sangat kompleks, medianya sangat beragam, dan bentuk kampanyenya juga gak kalah beragamnya. Ditambah lagi fakta social media adalah sesuatu yang baru, jadi data historis sangat minim untuk melakukan perbandingan.

Pengukuran kesuksesan social media brand dan kampanye di social media, sangat bervariasi dan tidak ada standard yang sama. Lalu apa yang diukur? Penentuan Key Performance Indicator (KPI) tentu saja kembali lagi ke tujuan awal investasi di social media. Karena kita hanya akan mengukur sesuai dengan tujuan dan kepentingan kita. Jangan sampai rancu menetapkan KPI, berdasarkan apa yang sudah-sudah atau yang dilakukan sebelumnya, yang mungkin belum tentu sejalan dengan tujuan kampanye yang dilakukan.

Setelah tahu tujuannya apa, maka KPI baru bisa dirinci, dan harus mencerminkan tujuan awal. Itu sebabnya penentuan KPI tidak bisa sama untuk semua brand, bahkan untuk brand yang sama tetapi dengan kampanye yang berbeda.

Walaupun pengukuran KPI di social media sangat sulit digeneralisir, di NB Agency Asia, kami membagi secara garis besar 3 hal yang perlu diukur, dalam melakukan kampanye social media ataupun dalam manajemen keseharian social media brand.

Awareness

Hal pertama yang secara umum akan diukur di social media adalah seberapa luas jangkauan informasi tentang brand, edukasi produk dll menjangkau audiens yang ditentukan. k kita.

Hal yang bisa diukur misalnya berapa banyak kunjungan, berapa banyak iklan di FB dilihat, berapa banyak jumlah fans yang diperoleh, berapa banyak views di Youtube, berapa jangkauan tweet kita di ranah Twitter dll.

Sekali lagi untuk detil KPI kembali kepada medium apa saja yang digunakan untuk melakukan kampanye tersebut. Atau medium social media apa saja yang dimiliki oleh brand untuk berkomunikasi dengan audiensnya.

Engagement

Engagement adalah mengukur seberapa dalam dan seberapa banyak audiens yang mau berinteraksi dengan brand. Perlu diingat kembali bahwa social media adalah media yang bersifat dua arah, oleh karena itu secara garis besar KPI engagement dengan brand menjadi sangat penting.

Lalu apa saja yang bisa dimasukkan dalam kategori ini? Kalau ini bentuknya Facebook yang bisa dikategorikan di bagian ini adalah berapa persentase fans aktif, dibandingkan keseluruhan jumlah fans, berapa jumlah rata-rata komentar dan “likes” di setiap status update.

Apabila ini bentuknya Youtube, misal berapa jumlah subscriber, kalau bentuknya Twitter maka berapa jumlah RT, skor Klout dll. Apabila aplikasi yang dipasang di social media, maka bisa dihitung berapa jumlah yang mendaftar, peserta yang aktif (apabila games bersifat bersambung dan mereka harus kembali berdasarkan periode tertentu), dan  berapa yang menyelesaikan games.

Apabila mau ditarik lebih luas, maka bisa diukur seberapa banyak share of voice brand kita di social media setelah adanya campaign tersebut, dan bagaimana sentimentnya apakah trennya positif atau justru sebaliknya? Hal ini bisa diukur dengan menggunakan social media monitoring tools.

Sales

KPI ini mungkin tidak terlalu populer karena sebagian besar social media memang lebih diarahkan untuk berinteraksi dengan konsumen, dan juga menjadi garda depan menjawab berbagai pertanyaan dan keluhan konsumeh. Tapi bukan tidak mungkin sama sekali apabila memang dari awal tujuan dari program di social media adalah meningkatkan sales.

Karena saya melihat beberapa brand, membuat kompetisi di social media dengan syarat konsumen harus membeli produknya dan memasukkan struk. Oleh karena itu KPI untuk ini akan lebih mudah, yaitu jumlah produk yang terjual, berapa jumlah sales lead yang di dapat, bahkan mungkin berapa jumlah alamat email atau nomor telpon bisa menjadi bagian dari Sales KPI apabila perusahaannya bergerak dibidang Business To Business, karena dengan sejumlah data tersebut mereka bisa melakukan penawaran produk yang berujung pada penjualan.

Setelah menentukan KPI, dan tahu apa yang akan diukur. Pertanyaan yang muncul adalah toolsnya apa untuk melakukan pengukuran? Anda tidak perlu kuatir karena ada begitu banyak tools di luaran sana yang siap membantu untuk mempermudah pekerjaan kita menghitung KPI sesuai yang kita inginkan.

Tapi saking banyaknya tools yang ada, mulai dari yang gratis, hingga berbayar membuat kita akan kebingungan tools apa yang paling tepat dan terpercaya untuk menghitung KPI yang kita inginkan.Untuk memudahkan, tentukan dulu apa yang akan diukur baru mencari toolsnya. Jangan sebaliknya mencari tools pengukuran social media dulu, baru mencocokkan ke KPI. Karena bisa jadi nanti hasilnya tidak sejalan, dan laporan tidak menjawab KPI.

Beberapa tools bisa digunakan secara gratis, dan sudah tersedia dari social media tersebut misal FB Insight, Google Analytics dll. Beberapa yang lainnya Anda harus membayarnya, seperti Radiant6, SocialBaker dll. Jadi jangan terburu-buru menentukan tools, sebelum mengetahui apa yang akan diukur dari medium tersebut.

Anda perlu lebih bijak juga dalam memilih tools pemgukuran, terutama tools gratis yang dilakukan oleh pihak ketiga. Perlu benar-benar memahami logika pengukurannya, karena yang gratis berarti pertanggungjawaban akan keakuratan data kemungkinan juga rendah. Lain halnya bila tools itu dibuat langsung oleh social media tersebut, misalnya FB Insight maka keakuratannya lebih tinggi karena data yang diolah data langsung.

Apabila hasil pengukuran itu sangat penting dan kritikal bagi pencapaian perusahaan, dan harus menggunakan aplikasi pihak ketiga, maka lebih disarankan untuk menggunakan aplikasi berbayar yang lebih akurat, sehingga data yang dihasilkan tidak menyesatkan dalam pengambilan keputusan manajerial.

PS: Artikel ini pernah dipublikasikan di Majalah InfoKomputer edisi Maret 2012

Tuhu Nugraha Dewanto

Social Media Head, NB Agency Asia

Follow on Twitter: @tuhunugraha

LinkedIn: http://www.linkedin.com/in/tuhunugraha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline