Lihat ke Halaman Asli

Tuhombowo Wau

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Menanggapi Daulat Moeldoko di Partai Demokrat

Diperbarui: 30 Maret 2021   10:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Moeldoko | Sumber gambar: ANTARA FOTO via CNN Indonesia

Setelah beberapa saat vakum bicara politik usai dikukuhkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Sibolangit (Jumat, 5 Maret 2021), Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko akhirnya muncul kembali di hadapan publik.

Lewat tayangan video singkat yang diunggahnya di akun media sosial pada Minggu, 28 Maret 2021, Moeldoko mengungkap lagi alasan dirinya menerima pinangan sebagian kader dan mantan kader Partai Demokrat, untuk mengambil alih kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Saya orang yang didaulat untuk memimpin Demokrat. Kekisruhan sudah terjadi, arah demokrasi sudah bergeser di dalam tubuh Demokrat," kata Moeldoko.

Dalam video, Moeldoko menegaskan bahwa, pinangan diterima karena 3 (tiga) pertanyaan mendasar yang diajukannya kepada para peserta KLB berhasil dijawab dan disanggupi. Sila pembaca ingat apa saja ketiga pertanyaan tersebut.

Berikutnya, Moeldoko mengatakan, pengambilalihan posisi pucuk kepemimpinan di Partai Demokrat bukan semata demi membesarkan partai, melainkan juga untuk menyelamatkan bangsa dari pengaruh ideologi tertentu yang berpotensi mengancam cita-cita menuju Indonesia Emas 2045.

Terakhir, Moeldoko pun menegaskan jika keputusannya murni atas keyakinan dan otoritas pribadi. Itulah sebabnya, tanpa meminta "restu" Presiden Joko Widodo, ia bergerak sendiri. Dengan demikian, ia meminta seluruh pihak untuk tidak membawa-bawa nama presiden di dalam urusan politiknya.

Di sini saya tidak dalam posisi membela atau menyalahkan salah satu pihak, yaitu Moeldoko atau AHY beserta kubu keduanya, cuma saya sedikit tertarik menganalisis sekaligus menanggapi pernyataan terbaru Moeldoko.

Pertama, soal pengakuan "didaulat". Mengapa Moeldoko harus menyatakan ulang posisinya sebagai ketua umum? Bukankah kubunya telah mengajukan pendaftaran struktur kepengurusan ke Kementerian Hukum dan HAM, maka semestinya menunggu hasil keputusan saja?

Apakah artinya Moeldoko masih ragu sehingga butuh perhatian publik (lewat tayangan video secara terbuka)? Atau mungkin, adakah dikhususkan pernyataan itu ke kubu AHY? Entah, cuma Moeldoko yang tahu.

Kedua, bicara "kedaulatan memimpin", tidakkah sebaiknya Moeldoko menegaskan hal itu bilamana hasil keputusan Kementerian Hukum dan HAM memihak kubunya, artinya bahwa struktur kepengurusan mereka disahkan?

Ketiga, menyebutkan "kekisruhan sudah terjadi". Siapakah penyebab kisruh yang dimaksud Moeldoko? Kubu KLB atau kubu AHY? Dengan terjadi kisruh, apakah maknanya Moeldoko semakin mantap "mendongkel" AHY?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline